Birokrasi Makin Parah; Negara, Pemerintah, dan Birokrasi Masih Sering Campur Aduk
Guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Prof Eko Prasojo, menyatakan, selama dua tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, reformasi birokrasi jauh tertinggal dibandingkan dengan reformasi di bidang politik dan hukum.
Birokrasi kita parah. Belum tegas dipisahkan negara, pemerintah, dan birokrasi. Ketiganya campur aduk. Pemerintah dan politisi sering mengintervensi atau mengooptasi sehingga birokrasi sedikit banyak ditentukan oleh kepentingan politik. Ini kian membahayakan, ujar Prof Eko dalam diskusi Evaluasi 2 Tahun Pemerintahan SBY-JK yang diselenggarakan Center for Indonesian Reform , Sabtu (23/9).
Acara itu juga dihadiri Indra J Piliang dari Center For Strategic and International Studies, Topo Santoso dari Partnership, Khoirul Muluk dari Universitas Indonesia, Danang Widoyoko dari Indonesia Corruption Watch, dan Priyo Budi Santoso dari DPR.
Kooptasi politik di area birokrasi, kata Eko, tampak dalam proses penunjukan jabatan-jabatan penting yang dikaitkan dengan afiliasinya pada partai politik tertentu. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk masyarakat akan terserap untuk kegiatan-kegiatan politik. Birokrasi harus diselamatkan dari kepentingan politik, ujarnya.
Reformasi birokrasi di Indonesia selama dua tahun terakhir sama sekali tidak berjalan karena tidak dijadikan gerakan nasional. Pemerintah sendiri tak punya agenda jelas dan bahkan cenderung tidak tahu bagian mana yang harus direformasi lebih dulu, apakah struktur kelembagaan, kepegawaian, atau pelayanan publik. Selama ini pemerintah hanya mengerjakan hal-hal yang menguntungkan citra pemerintah, tetapi tidak terprogram.
Sementara itu, Danang Widoyoko kembali menagih janji pemberantasan korupsi yang didengungkan Presiden Yudhoyono pada program 100 hari pemerintahannya. Mengutip posisi Indonesia dalam Indeks Persepsi Korupsi (seperti dikeluarkan Transparency International), Indonesia masih di jajaran negara terkorup di dunia. Tahun 2004 Indonesia berada di peringkat ke-137 dari 146 negara. Setahun kemudian Indonesia di urutan ke-140 dari 159 negara.
Menurut Danang, pemerintah sudah saatnya memilih prioritas dalam pemberantasan korupsi. Untuk fase awal, yaitu memerangi korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi sudah cukup berhasil. Kini saatnya pemerintah berkonsentrasi menciptakan good governance guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Ini sekaligus menangkal resistensi birokrasi, ujarnya. (ANA)
Sumber:Kompas, 25 September 2006