BK Tetap Saja Loyo
Tata beracara pelaksanaan tugas dan kewenangan Badan Kehormatan (BK) DPR disahkan kemarin (10/6). Di situ, kewenangan BK ditunjukkan. Meski demikian, kewenangan salah satu alat kelengkapan DPR sebagai penjaga etik dewan tersebut tetap saja sangat terbatas.
Tata beracara pelaksanaan tugas dan kewenangan Badan Kehormatan (BK) DPR disahkan kemarin (10/6). Di situ, kewenangan BK ditunjukkan. Meski demikian, kewenangan salah satu alat kelengkapan DPR sebagai penjaga etik dewan tersebut tetap saja sangat terbatas.
Kasus-kasus pelanggaran etika kedewanan yang akan ditangani harus tetap berawal dari pengaduan. BK hanya bisa bersikap pasif, ujar Hadimulyo, juru bicara FPPP dalam pandangan fraksinya, di gedung DPR Senayan, Jakarta, kemarin (10/6).
Saat sidang paripurna itu, bersama seluruh fraksi lainnya, FPPP juga menyetujui disahkannya tata beracara yang mengatur tugas dan kewenangan BK tersebut. Kami setuju disahkan agar tidak lagi terjadi bias dan dominasi berlebihan wewenang BK, ujarnya.
Menurut fraksinya, kewenangan BK tidak boleh overlapping dengan fungsi aparat penegak hukum, semacam polisi, jaksa, atau KPK. Karena itu, fungsi pemeriksaan memang menjadi tidak relevan lagi dimiliki lembaga ini, tambah Hadimulyo.
Senada dengan juru bicara FPPP, juru bicara FPKS juga menegaskan bahwa penegakan etika kedewanan tidak selalu berawal dari pintu BK. Peran fraksi seharusnya bisa ditingkatkan untuk memantau anggotanya masing-masing. Kontrol fraksi seharusnya bisa lebih diperketat, tandasnya.
Wacana penguatan kewenangan BK sejak awal memang terus menjadi pro-kontra. Sejumlah pimpinan BK didukung kalangan LSM terus mendorong agar kewenangan lembaga itu ditingkatkan. Di sisi lain, para pimpinan fraksi cenderung memilih sikap lain.
Secara terpisah, Wakil Ketua BK dari PDIP Gayus Lumbun mengakui bahwa tata beracara itu masih membuat kewenangan lembaga yang dipimpinnya cenderung masih lemah. Sesuai aturan yang telah disepakati, kami masih tidak bisa berinisiatif mengusut pelanggaran etika dewan, ujarnya. (dyn/mk)
Sumber: Jawa Pos, 11 Juni 2008