BLBI Nursalim Dianggap Selesai

Hendarman: Kendati Jaksa Urip Diperiksa KPK Terkait Dugaan Suap

Hendarman: Kendati Jaksa Urip Diperiksa KPK Terkait Dugaan Suap

Sjamsul Nursalim, konglomerat yang kini menyingkir ke Singapura, bakal tidur nyenyak. Itu terjadi karena Jaksa Agung Hendarman Supandji menjelaskan bahwa kendati jaksa Urip Tri Gunawan tertangkap tangan menerima suap, kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) Nursalim tak akan dibuka lagi.

Tak hanya kasus BLBI BDNI (Nursalim), penyelidikan kasus pengembalian dana BLBI BCA (Anthony Salim) juga sudah dikunci. Sudah dilakukan penyelidikan tujuh bulan. Hasilnya SKL (surat keterangan lunas yang diterima Nursalim dan Anthony Salim) itu tidak memenuhi unsur pidana, jadi tidak akan dibuka lagi, ujar Hendarman usai rapat koordinasi dengan Meko Polkam Widodo A.S. dan Menko Perekonomian Boediono di Kantor Menko Polkam kemarin.

Padahal, sejumlah anggota DPR saat rapat kerja dengan Hendarman beberapa waktu lalu meminta Kejagung membuka kembali penyelidikan BLBI Nursalim. Alasannya, suap Rp 6 miliar yang diterima Urip diduga kuat berkaitan dengan penghentian penyelidikan kasus Nursalim. Urip adalah koordinator jaksa BLBI Mursalim, sedangkan Arthalyta Suryani alias Ayin yang diduga memberi suap adalah kerabat Nursalim. Bahkan, transaksi itu berlangsung di rumah sang taipan terebut.

Kasus BLBI Nursalim itu memang ruwet. Berdasarkan audit BPK, total BLBI yang diterima Nursalim untuk menyuntik BDNI sebesar Rp 37,039 triliun. Setelah diambil BPPN, sisa kewajiban yang harus dibayar Nursalim menjadi Rp 28,4 triliun. Pemilik Gadjah Tunggal itu lantas menyerahkan sejumlah aset seperti tambak Dipasena dan penyerahan uang kontan Rp 1 triliun. Setelah dijual, aset yang diserahkan hanya laku Rp 3 triliun lebih.

Namun, di era pemerintahan Megawati, keluar SKL (surat keterangan lunas). Di zaman SBY ini diadakan penyelidikan apakah pelunasan itu bermasalah atau tidak. Tim yang dipimpin Urip Tri Gunawan menyatakan bahwa tak ada korupsi dalam pengembalian utang BLBI Nursalim.

Penyelidikan dua kasus BLBI (Nursalim dan Salim) yang dihentikan Kejagung tidak akan dibuka lagi. Meskipun, jaksa Urip disidik KPK, ujar Hendarman.

Dia lantas membeberkan bahwa penyelidikan yang dilakukan jaksa agung muda pengawasan berbeda dengan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi. Tidak akan tumpang tindih karena kita menyelidiki dari sisi etika kejaksaan, katanya.

Hendarman juga meminta semua pihak menunggu hingga tuntas penyidikan oleh KPK. Nanti kita lihat apakah jual beli permata atau suap, itu di pengadilan yang saya tidak akan campur tangan, katanya.

Bagaimana usul agar BLBI diselidiki dengan delik pidana perbankan sesuai usul BPK? Menurut jaksa agung, hal itu tidak mungkin. Sebab, pemberian bantuan kredit tersebut dilakukan sebelum ada Undang-Undang No 25 Tahun 2000. Perbuatan yang terjadi sebelumnya dianulir dengan UU itu, katanya.

Tim Bersama
Rapat koordinasi yang berlangsung di Kantor Menko Polkam kemarin juga memutuskan membentuk tim yang melibatkan Depkeu, kejaksaan, dan Polri. Tim itu tak hanya membahas persoalan suap, tapi juga sekaligus menuntaskan berbagai kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang hingga kini tidak jelas penyelesaiannya.

Widodo lantas membeberkan operasional tim tersebut. Tim dari Kejaksaan Agung ditugasi untuk menagih atau melakukan gugatan perdata atas obligor yang tidak kooperatif. Nanti didasarkan pada SKK (surat kuasa khusus) yang diberikan Menkeu kepada kejaksaan sebagai pengacara negara, kata Widodo. Kejagung juga diminta melakukan kerja sama dengan StAR untuk melacak aset di luar negeri.

Saat Widodo menyampaikan itu, wajah Kapolri dan jaksa agung tampak tegang. Hanya Kepala BIN Syamsir Siregar yang tampak santai. Syamsir justru asyik merokok di dalam ruangan.

Widodo mengakui, kasus tertangkap tangannya Urip oleh KPK merugikan kejaksaan agung. Itu pukulan berat bagi institusi kejaksaan. Jadi, kita harus tumbuhkan trust (kepercayaan) lagi, katanya.

Dia menambahkan, tim Departemen Keuangan memiliki beberapa langkah. Pertama, menetapkan prosedur standar penanganan perjanjian kerja sama pemegang saham (PKPS) BLBI yang bebas dari kepentingan dan korupsi. itu akan ditetapkan melalui SK Menkeu.

Kedua, pemanggilan tujuh obligor yang sedang ditangani PUPN (panitia urusan piutang negara) dan pengembalian tagihan sesuai dengan keputusan hasil audit BPK. Ketiga, menetapkan jumlah kewajiban pemegang saham delapan obligor yang diserahkan Kejagung ke Menkeu. Keempat, menyiapkan langkah pencegahan bepergian ke luar negeri atau paksa badan dengan koordinasi jaksa agung, Kapolri, dan Depkum HAM.

Mabes Polri juga diminta all out membantu Depkeu. Terutama penagihan dan penelusuran aset ke luar negeri. Pemerintah menjamin langkah-langkah ini bebas intervensi, bebas korupsi, dan transparan, kata Widodo.

KPK Periksa JAM Pidsus
Hari ini giliran dua petinggi Kejagung yang bakal dimintai keterangan KPK. Menurut Ketua KPK Antasari Azhar, sesuai dengan surat panggilan yang ditujukan kepada jaksa agung, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kemas Yahya dan Direktur Penyidikan Kejagung M. Salim bakal diminta datang ke gedung KPK Kuningan. Dua atasan Urip itu diperiksa sebagai saksi. Mengapa kami panggil untuk mencari kebenaran materiil karena bagaimanapun Urip di bawah instansi itu (Kejagung). Kita akan lihat apakah ada interaksi, lanjut Antasari.

Tak seperti hari biasanya, JAM Pidsus Kemas Yahya Rahman pulang lebih cepat dari ruang kerjanya di Gedung Bundar kemarin (11/3). Kemas meninggalkan kejaksaan pukul 16.00. Padahal, mantan Kapuspenkum pada era Jaksa Agung M.A. Rachman itu pulang kantor rutin di atas pukul 17.00. Sejumlah wartawan pun penasaran terkait kepulangan Kemas lebih cepat tersebut. Tak sedikit wartawan yang menduga Kemas sengaja pulang cepat untuk menyiapkan pemeriksaan di KPK hari ini (12/3).

Saat dikonfirmasi, Kemas menolak berkomentar soal kepulangan di luar kebiasaannya tersebut. Dia hanya menegaskan, kesiapannya menjalani pemeriksaan di KPK. Nggak ada masalah, saya siap saja (diperiksa), ujar Kemas.

Dari pengamatan koran ini, Kemas tampak tergopoh-gopoh meninggalkan Gedung Bundar. Stafnya tampak menggotong tumpukan berkas ke dalam bagasi sedan dinas Toyota Altis bernopol B 1361 BS.

Jaksa Agung Hendarman Supandji mengakui, telah menerima surat panggilan pemeriksaan Kemas dari KPK. Saya telah menyampaikan kepada yang bersangkutan (Kemas), jelas Hendarman. Dia berjanji, kejaksaan tidak akan menghalang-halangi pemeriksaan jaksa oleh KPK, baik sebagai saksi maupun tersangka.

Anak Buah Urip Mengaku Tak Tahu
Tim pemeriksa internal yang dipimpin Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was) M.S. Rahardjo harus bekerja ekstra keras. Meski telah memeriksa JAM Pidsus Kemas Yahya Rahman, Direktur Penyidikan M. Salim, jaksa BLBI Urip Tri Gunawan, dan sembilan jaksa anak buah Urip, tim pemeriksa belum menyimpulkan pelanggaran disiplin berkaitan dengan kasus penerimaan uang USD 660 ribu dari Artalyta Suryani alias Ayin.

Tim pemeriksa internal justru dipusingkan keterangan berbeda dari pemeriksaan lanjutan terhadap tujuh jaksa anak buah Urip kemarin (11/3). Ada keterangan berbeda-beda sehingga kami masih evaluasi mendalam dahulu, kata Rahardjo sebelum meninggalkan gedung JAM Was kemarin pukul 19.10. Praktis, tim jaksa belum menyimpulkan fakta yang mendekati perbuatan Urip menerima uang dari Ayin.

Di antara sembilan jaksa, tiga jaksa diperiksa Senin lalu (10/3). Sedangkan enam jaksa diperiksa kemarin (11/3). Mereka adalah Bima Suprayoga, Eko Hening Wardono, Yosep Wisnu Sigit, Yunita Arifin, Alex Sumarna, dan Hendro Dewanto. Mereka diperiksa langsung oleh Sekretaris JAM Pengawasan Holius Husen dan sejumlah inspektur pembantu (Irban) pada JAM Pengawasan.

Rahardjo membeberkan, keterangan berbeda seputar prosedur penyelidikan kasus BLBI Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim. Misalnya, terkait bagaimana memanggil (Nursalim) sampai pemberkasannya, jelas mantan kepala Kejati Jawa Timur itu.

Ditanya apakah perbedaan itu terkait mekanisme penghentian penyelidikan kasus BLBI Sjamsul, Rahardjo menolak berkomentar. Itu nanti. Saya belum dapat simpulkan, ujarnya.

Yang pasti, untuk pendalaman, tim pemeriksa bakal memanggil lagi sejumlah jaksa terkait penanganan kasus BLBI. Rahardjo masih merahasiakan nama-nama jaksa yang akan dipanggil hari ini (12/3).

Meski belum ada kesimpulan, ada fakta menarik terkait pemeriksaan enam jaksa. Mereka kompak tidak mengetahui perbuatan Urip menerima uang dari Ayin. Para jaksa tidak tahu soal pemberian atau penyerahan uang dari AS (Artalyta) ke UTG (Urip), jelas Rahardjo. Selain itu, mereka tidak tahu aktivitas di luar kedinasan Urip, termasuk bisnis permata dan membuka bengkel mobil.

Rahardjo menambahkan, tim pemeriksa menargetkan secepatnya menyelesaikan pemeriksaan internal terkait dugaan pelanggaran disiplin dalam kasus Urip. Kalau jaksa agung men-deadline berakhir pekan ini, saya harapkan juga begitu, ujar jaksa bintang tiga kelahiran Boyolali itu.(rdl/ein/agm/yun/tof)

Sumber: Jawa Pos, 12 Maret 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan