Boleh Terima Parsel Asal Pribadi
Puluhan pengusaha parsel kemarin berunjuk rasa ke Kantor KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Mereka menuntut KPK agar mengklarifikasi larangannya soal pemberian parsel. Sebab, larangan tersebut dianggap mematikan bisnis parsel.
Sejak pukul 15.00, sedikitnya 50 anggota APPI (Asosiasi Pengusaha Parsel Indonesia) sudah berkumpul di depan Kantor KPK, di Jl Veteran, Jakarta. Mereka membawa sejumlah spanduk. Rata-rata berisi kritik pedas terhadap KPK. Antara lain, KPK Jangan Hanya Urusi Parsel. Apakah Parsel Hanya Satu-satunya Alat Untuk Korupsi? Rombongan APPI dipimpin ketuanya, Fahira Fahmi Idris, yang juga putri sulung Menteri Perindustrian Fahmi Idris.
APPI dalam kesempatan itu menuntut KPK agar mencabut larangan pemberian parsel kepada pejabat. KPK juga didesak untuk membuat aturan jelas dan detail tentang pemberian hadiah kepada pejabat.
Dengan begitu, masyarakat tidak memukul rata bahwa pemberian parsel dilarang. Sebab, jika itu yang terjadi, akan muncul dampak negatif pada bisnis parsel. Dengan larangan itu, kami seakan-akan dianggap sebagai pihak yang ikut menumbuhkan budaya korupsi. Sebab, pejabat yang menerima parsel bisa diindikasikan korupsi, kata Fahira. Padahal, kan tidak bisa dipukul rata seperti itu. Korupsi tidak hanya terjadi saat Lebaran. KPK seharusnya tidak hanya mengurusi masalah parsel, lanjutnya.
Polemik soal parsel itu berawal ketika KPK mengundang 40 direksi dari berbagai BUMN Kamis pekan lalu (5/10). Saat itu, KPK menyosialisasikan larangan penerimaan gratifikasi dan pemberian parsel bagi penyelenggara negara di jajaran direksi BUMN.
Dari KPK, yang menyampaikan sosialisasi adalah Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean. Menurut Tumpak saat itu, meski pemberian parsel merupakan budaya di Indonesia yang muncul setiap menjelang Lebaran, budaya itu telah menjurus kepada praktik suap.
Sosialisasi itu lantas disambut positif oleh Polri, Kejaksaan Agung, dan Depdagri. Bahkan, Depdagri berencana menindak tegas PNS (pegawai negeri sipil) yang diketahui menerima parsel.
Gara-gara larangan itu, penjualan kami menurun 60 persen dibandingkan dengan tahun lalu, klaim salah seorang pengusaha parsel yang ikut dalam unjuk rasa ke KPK kemarin.
Setelah berorasi secara bergantian, tak lama berselang, dua wakil pengunjuk rasa diterima oleh wakil dari KPK. Dua wakil dari APPI itu adalah Fahira dan sekretarisnya, Setyawan. Mereka diterima Lambok Hamonangan Hutauruk, direktur gratifikasi KPK. Pembicaraan wakil APPI dengan KPK berlangsung setengah jam secara tertutup.
Kami cukup puas. Alhamdulillah, KPK langsung mengubah statemennya. Dia (Lambok) bilang bahwa KPK tidak melarang orang membeli parsel atau melarang orang menerima parsel, kata Fahira setelah pembicaraan dengan KPK. Yang dilarang menerima parsel adalah pejabat negara yang dikirim oleh bawahannya dan yang ada hubungannya dengan jabatan, papar Fahira.
Meski demikian, masih ada ganjalan. Sebab, KPK belum mengubah kata parsel menjadi bingkisan. Selain itu, lanjut Fahira, KPK juga belum menetapkan nilai bingkisan yang boleh diterima pejabat sehingga tidak masuk dalam kriteria suap.
Lambok ketika dikonfirmasi mengatakan, KPK memang tidak melarang jika pemberian parsel itu bersifat pribadi, tidak terkait dengan jabatan dan kewenangan seseorang di lembaga pemerintahan.
KPK hanya menyarankan kepada presiden, ketua DPR, ketua DPD, ketua BPK, dan ketua MA agar melarang pejabat negara dan pemerintahan menerima parsel dari bawahan, rekan kerja, dan rekanan pengusaha, jelas Lambok.
Selanjutnya, KPK mengimbau masyarakat agar memberikan parsel atau bingkisan kepada fakir miskin saja. Sebab, pemberian parsel kepada pejabat sangat berindikasi suap. KPK pun mengakui pemberian batasan nilai bingkisan yang boleh diberikan kepada pejabat bukan wewenangnya. Itu wewenang DPR. Kami tidak bisa mengabulkan permintaan para anggota APPI, ujar Lambok.
Jika nekat menerima parsel, pejabat dapat dikenai aturan 12 B UU No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Dengan UU itu, pejabat bisa dikenai sanksi pidana gratifikasi. (nue/ein)
Sumber: Jawa Pos, 10 Oktober 2006