BPK Nilai Banyak Ketidakjelasan Penggunaan Dana Bantuan Aceh
Badan Pemeriksa Keuangan yang tengah memeriksa dana bantuan untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menemukan adanya indikasi ketidakjelasan penggunaan dana yang bernilai ratusan miliar rupiah selama program tanggap darurat. Dana itu merupakan bantuan pemerintah, masyarakat Indonesia, dan sebagian bantuan asing dalam bentuk natura.
Indikasi ketidakjelasan terjadi dalam berbagai bentuk, seperti ketidakjelasan penggunaan dana untuk pembangunan barak pengungsi, pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, penyaluran bahan bakar minyak (BBM), serta pembersihan reruntuhan serta saldo tunai bantuan masyarakat yang hingga kini masih berada di rekening sejumlah departemen, ujar anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Baharuddin Aritonang ketika dikonfirmasi, Kamis (31/3) di Gedung BPK, Jakarta.
Menurut Baharuddin, ketidakjelasan penggunaan dana pembangunan barak pengungsi yang mencapai Rp 467 miliar itu dinilai tidak jelas sebagai program siapa, instansi mana pelaksananya, serta bagaimana pertanggungjawaban anggarannya. Belum lagi adanya ketidaklengkapan fasilitas lainnya, seperti fasilitas mandi, cuci, dan kakus (MCK).
Ketidakjelasan anggaran lainnya adalah adanya pengakuan dari salah satu instansi mengenai pendanaan infrastruktur jalan dan jembatan yang diakui dikeluarkan oleh instansinya, namun sebenarnya itu merupakan bantuan hibah asing dalam bentuk natura, ujar Baharuddin.
Ketidakjelasan lainnya adalah penyaluran BBM yang dilakukan Pertamina di NAD. Ternyata juga tidak jelas siapa saja yang menerimanya dan untuk apa saja penggunaannya. Jumlahnya ini sekitar Rp 1,7 miliar. Lantas, siapa yang harus menanggungnya? ujarnya.
Ia juga menyebutkan adanya saldo sekitar Rp 600 miliar di sejumlah rekening departemen yang harus diverifikasi kembali oleh BPK.
Mengenai penyaluran obat- obatan, Baharuddin mengatakan, hingga kini BPK masih terus melakukan pemeriksaan dan belum selesai. Khusus untuk itu, BPK akan melaporkannya dalam audit khusus. Untuk pembersihan reruntuhan bangunan, juga tidak jelas, apakah dana Bakornas atau dari para sukarelawan sendiri. Nah, ketidakjelasan ini jika tidak dapat diklarifikasi bisa menjadi satu penyimpangan penggunaan dana bantuan tersebut, ujar Baharuddin.
Ia menambahkan, audit BPK terhadap penggunaan dana bantuan Aceh itu diperkirakan selesai 10 hari lagi.
Kepercayaan buruk
Ketua BPK Anwar Nasution ketika ditanyakan hal yang sama oleh pers, seusai bertemu dengan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla di Istana Wapres, mengakui bahwa audit terhadap penggunaan dana untuk NAD cukup rumit. Hal itu antara lain karena laporan keuangan yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Alwi Shihab selaku Ketua Harian Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Bakornas PBP) secara umum masih harus diperbaiki.
Ia menyebutkan organisasi di Aceh tumpang tindih dan keahlian penanggulangan bencana juga kurang sehingga harus disempurnakan kembali.
Dia pun menilai kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia sekarang ini buruk sekali. Cobalah lihat bantuan internasional yang akan disampaikan kepada kita. Dana bantuan itu dimasukkan dalam trust fund, yang artinya dana itu hanya bisa diuangkan atau dikeluarkan serta disalurkan jika mereka yakin bahwa dana tersebut tidak ditilep, kata Anwar.
Oleh karena itu, lanjut Anwar, BPK sangat serius dan menaruh perhatian terhadap dana bantuan tersebut. Bagaimana korupsi itu bisa diperangi dan bagaimana supaya bantuan tersebut disalurkan kepada orang- orang yang tepat. Jadi, jangan main-main. Kami menilai ini sangat serius, kata Anwar menekankan.
Rp 742 miliar untuk Nias
Dalam kesempatan lain di Jakarta, anggota Komisi XI DPR Asman Abnur mengatakan, dana tanggap darurat yang tersisa dalam APBN 2005 senilai Rp 742 miliar dapat digunakan untuk mendukung program tanggap darurat korban bencana alam gempa bumi di Kabupaten Nias, Sumatera Utara, tanpa harus menunggu persetujuan DPR.
Bahkan, menurut Asman, DPR perlu memikirkan kemungkinan untuk mengubah aturan yang terkait dengan pencairan dana tanggap darurat dalam APBN, yakni dapat langsung menggunakannya tanpa harus menunggu izin DPR terlebih dahulu.
Menurut Asman, pihaknya telah merencanakan usulan untuk menambah dana tanggap darurat dalam APBN Perubahan 2005 sebesar Rp 2 triliun. Cadangan dana tanggap darurat itu diperlukan karena penanganan bencana alam memerlukan pencairan dana dalam waktu yang cepat.
Teken bantuan
Kemarin di Istana Wapres Menteri Keuangan Jusuf Anwar menandatangani tiga kesepakatan bantuan senilai 25,17 juta dollar AS atau Rp 239,064 miliar dari Bank Pembangunan Islam (IDB). Salah satu kesepakatannya adalah bantuan hibah senilai 3 juta dollar AS untuk pembangunan fasilitas pendidikan dan penampungan 350 anak yatim di Jantho, Aceh Besar, NAD.
Selain itu, terdapat juga kesepakatan bantuan hibah untuk meningkatkan kapasitas Bappenas dalam menyusun Strategi Pinjaman Luar Negeri (Country Borrowing Strategy) senilai 223.697 dollar AS.
Kemudian kesepakatan pinjaman sebesar 21,942 juta dollar AS untuk pembangunan Kampus Universitas Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru, Riau. (har/inu/OIN)
Sumber: Kompas, 1 April 2005