BPK Nilai Pengadaan Helikopter MI-17 Melawan Hukum
Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan bahwa kontrak pengadaan empat helikopter angkut MI-17 yang dilakukan oleh Departemen Pertahanan dengan Swift Air & Industrial Supply (SAIS) Pte Ltd, Singapura, dilakukan secara melawan hukum. Akibatnya, negara dirugikan sampai sebesar 3,24 juta dollar AS.
Bahkan, menurut BPK, dalam kontrak pengadaan helikopter angkut tersebut terindikasikan adanya tindak pidana korupsi yang dapat dikenai ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah terakhir dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Oleh sebab itu, menurut laporan hasil pemeriksaan BPK semester II tahun 2004, yang Selasa lalu baru diserahkan ke DPR, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto diminta segera melakukan proses hukum terhadap pejabat atau personel Departemen Pertahanan, TNI, dan pihak lainnya yang terkait pengadaan dan pencairan uang muka pembelian helikopter tersebut, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
BPK juga menyarakan agar Kepala Staf Angkatan Darat secara formal segera membatalkan kontrak pengadaan helikopter angkut MI-17 dan memproses pengembalian uang muka dari pihak SAIS, demikian laporan BPK tersebut.
BPK menyatakan bahwa perbuatan SAIS membayar uang muka kepada Rosoboronexport sebesar 2,64 juta atau sebesar Rp 22,16 miliar pada tanggal 17 Februari 2004 melalui Remittance Application Bank Negara Indonesia (BNI) dan dipertegas dengan tanda terima dari Rosoboronexport tertanggal 18 Februari 2004, menunjukkan itikad tidak baik dalam pelaksanaan kontrak.
Alasan BPK, sebagaimana Pasal 5.1 kontrak pengadaan helikopter tersebut, tanggal pembayaran uang muka tersebut dinilai telah mendekati batas waktu pengapalan terakhir helikopter MI-17, yaitu 28 Februari 2004. Selain itu, sampai dengan Juni 2004, ternyata realisasi pengadaan empat helikopter MI-17 belum ada. SAIS tidak memenuhi kewajibannya dengan menyerahkan empat helikopter MI-17 kepada TNI AD. Sesuai dengan ketentuan amandemen Pasal 5 kontrak pengadaan, pengapalan materiil terakhir harus dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 2004, demikian laporan itu. (har)
Sumber: Kompas, 18 Maret 2005