BPK: Pengelolaan Asuransi TKI Tak Transparan
Badan Pemeriksa Keuangan menemukan bahwa penyelenggaraan asuransi tenaga kerja Indonesia belum dikelola dengan baik dan transparan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Akibatnya, asuransi belum memberi perlindungan secara adil kepada TKI.
Hal tersebut terungkap dalam Hasil Pemeriksaan Kinerja atas Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan pada 12 Februari 2011. Hasil pemeriksaan diserahkan kepada Kementerian Tenaga Kerja.
Sembilan konsorsium asuransi yang dimaksudkan BPK adalah konsorsium Asuransi Jasindo, konsorsium Asuransi Adira, konsorsium Asuransi Mitra Sejahtera, konsorsium Asuransi Proteksi, konsorsium Asuransi AJB Bumiputera, konsorsium Asuransi Dhaman Syamil, konsorsium Asuransi Tripuri, konsorsium Asuransi Ta'awun Syariah, dan konsorsium Asuransi Barokah.
BPK mengungkapkan, setiap TKI dikenai biaya asuransi sebesar Rp 400 ribu, meliputi sebelum penempatan, masa penempatan, dan setelah penempatan. Hasil pemeriksaan menyebutkan, penunjukan konsorsium dilakukan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja selama 2006-2009 melibatkan 48 perusahaan dan 8 broker asuransi.
Penunjukan ini disertai dengan jenis dan biaya pertanggungan yang sudah ditetapkan, sehingga menciptakan persaingan tidak sehat. Dampaknya, "Konsorsium asuransi tidak berlomba memperbaiki kinerja jaringan dan pelayanan, melainkan berlomba-lomba memberikan diskon premi dan tawar-menawar harga premi kepada PPTKIS (perusahaan pelaksana tenaga kerja Indonesia swasta)."
Konsorsium juga dinilai tak terbuka melaporkan produksi polis dan klaim. Bahkan situs web konsorsium, yang seharusnya dapat diakses, sering kali mengalami kendala teknis. Data produksi dan klaim TKI sulit diakses. Bahkan ada konsorsium yang sengaja menyembunyikan data produksi dan klaimnya.
Masalah lain, adanya unsur kesengajaan PPTKIS tak mengikutkan TKI dalam program asuransi, khususnya asuransi sebelum penempatan. Cara ini dilakukan agar premi yang dibayarkan perusahaan sedikit. Padahal, "Para TKI diwajibkan membayarkan premi dari pemotongan gaji."
Tak hanya itu, kewajiban konsorsium menyelesaikan klaim sering terlambat dan tak jelas statusnya. "Banyaknya klaim asuransi TKI yang tak cair sering menimbulkan pertanyaan apakah proses klaimnya disetujui tapi lambat atau klaimnya ditolak."
"Perwakilan konsorsium asuransi pada negara penempatan juga sering tidak ada atau ada tapi tidak diketahui perwakilan RI," tulis BPK dalam laporan hasil pemeriksaan.
Pertanggungan yang seharusnya diberikan, misalnya pemutusan hubungan kerja sepihak, pelecehan seksual, dan kecelakaan kerja yang berakhir pada pemberhentian TKI oleh majikan, juga sulit untuk diklaim.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan akan menghapus biaya pembinaan TKI sebesar US$ 15. "Agar TKI tidak terlalu terbebani," ujarnya kemarin. Setiap tahun, kata Muhaimin, negara mendapat dana Rp 58 miliar dari pungutan ini dan masuk ke penerimaan negara bukan pajak. ALI NUR YASIN | FEBRIANA FIRDAUS | RIRIN AGUSTIA
Sumber: Koran Tempo, 28 Juni 2011