BPK: Penyimpangan Keuangan DPRD Kota Bogor Mencapai Rp 10,8 Miliar
Penyimpangan realisasi anggaran belanja Pemerintah Kota Bogor tahun anggaran 2003 dan 2004 mencapai Rp 18,6 miliar. Dari jumlah itu, sekitar Rp 10,8 miliar adalah penyimpangan realisasi belanja DPRD Kota Bogor. Demikian terungkap dalam hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semester akhir 2004.
Hasil pemeriksaan BPK selama dua tahun itu menemukan 15 kasus penyimpangan. Nilainya Rp 18,6 miliar. Perinciannya, pada 2003 sebesar Rp 325 juta dan anggaran 2004 mencapai Rp 18,3 miliar.
Penyimpangan itu terletak pada realisasi biaya penunjang kegiatan DPRD tahun anggaran 2004 yang tidak sesuai dengan peraturan dan belanja bagi hasil dan bantuan keuangan anggaran 2004. Total penyimpangan keduanya mencapai Rp 10,8 miliar.
Penyimpangan anggaran belanja bagi hasil dan bantuan keuangan tahun anggaran 2004 sebesar Rp 5,9 miliar. Dari total realisasi Rp 28,2 miliar, Rp 5,9 miliar penggunaannya tidak sesuai dengan ketentuan. Anggaran untuk kegiatan pembangunan itu justru digunakan untuk bantuan keuangan pemimpin dan anggota DPRD Kota Bogor sebesar Rp 5 miliar, pengeluaran rutin DPRD Rp 506 juta, dan pembiayaan kepada fraksi tertentu di DPRD sebesar Rp 379 juta.
Selain itu, menurut laporan BPK, ini terjadi karena adanya unsur kepentingan legislatif untuk memperoleh fasilitas dan dukungan operasional yang lebih besar. Karena itu, BPK meminta DPRD Kota Bogor mempertanggungjawabkan kerugian daerah sebesar Rp 4,8 miliar dengan menyetorkan kembali dana itu ke kas daerah.
Adapun dari total realisasi biaya penunjang kegiatan DPRD 2004 sebesar Rp 6,8 miliar, Rp 4,9 miliar di antaranya digunakan untuk menambah penghasilan pemimpin dan anggota DPRD Kota Bogor.
Menurut anggota BPK, Baharuddin Aritonang, ini bertentangan dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 161/3211/SJ/2003. Surat itu intinya tidak memperkenankan anggota legislatif memperoleh fasilitas dan penghasilan lebih besar daripada yang ditetapkan. Kami minta DPRD Kota Bogor mempertanggungjawabkan uang Rp 4,9 miliar, katanya di Jakarta, Kamis (24/3).
Kerugian sebesar itu, kata Baharuddin, masih ditambah dengan kerugian keuangan daerah akibat penyimpangan biaya penunjang kegiatan DPRD tahun anggaran 2004 Rp 5,9 miliar. Sehingga total kerugian daerah yang harus dikembalikan ke kas daerah oleh DPRD Kota Bogor Rp 10,8 miliar.
Penyimpangan juga terjadi pada proyek jalan raya kelas III, oleh PT PAP, senilai Rp 3,2 miliar. Dalam pelaksanaannya, kata Baharuddin, ternyata pekerjaannya tidak sesuai sehingga menyebabkan kerugian daerah Rp 132 juta.
BPK juga menemukan penyimpangan pada pembangunan talut di Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bogor Utara, senilai Rp 236 juta. Daerah dirugikan Rp 59 juta.
Karena itu, BPK meminta Wali Kota Bogor memberikan teguran tertulis kepada pemimpin proyek serta perencana dan tenaga pengawasnya yang telah lalai melaksanakan tugas. Selain itu, Wali Kota Bogor diminta memerintahkan agar pemimpin proyek mempertanggungjawabkan kerugian daerah dengan menyetorkannya ke kas daerah.
Pihak DPRD dan Wali Kota Bogor, kata Baharuddin, harus melaksanakan permintaan BPK itu. Jika tidak, BPK akan melimpahkan temuannya ke penegak hukum. Biarlah nanti mereka yang akan memutuskan apakah ini merupakan penyimpangan yang berindikasi korupsi atau tidak, katanya.
Menanggapi temuan BPK ini, Wakil Ketua DPRD Kota Bogor Iwan Suryawan menyatakan akan mempelajarinya. Menurut Iwan, jika memang ada penyimpangan, pihaknya akan mempertanyakan penjelasan tentang temuan BPK tersebut kepada Pemerintah Kota Bogor.
Pada awal Maret lalu, DPRD sempat melakukan audiensi dengan BPK mengenai keuangan daerah. Saat itu BPK meminta anggota Dewan menjelaskan prosedur pemeriksaan keuangan dan prosedur pemberian anggaran yang berlaku di setiap pemerintah kota. Sampai sekarang pemerintah kota belum memberikan informasinya, kata Iwan. amal ihsan/deffan purnama
Sumber: Koran Tempo, 31 Maret 2005