BPK Temukan Rp 3,03 Triliun di Luar APBD
Bupati di Jabar Memasukkan Dana APBD ke Kas Pribadi
Badan Pemeriksa Keuangan menemukan pendapatan daerah, dana bagi hasil, dan dana bantuan dari pemerintah pusat yang dikelola pimpinan pemerintah daerah tidak dicatat dalam APBD senilai Rp 3,03 triliun. Akibatnya, BPK tidak dapat menelusuri dana yang digunakan di 44 daerah tersebut.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution mengungkapkan itu dalam Rapat Paripurna DPR yang mengagendakan Penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun Anggaran 2006 kepada DPR di Jakarta, Selasa (28/11).
Menurut Anwar, jumlah laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) yang diperiksa sebanyak 344 laporan, ditambah 23 laporan keuangan BUMD.
Hasil pengujian substantif menunjukkan terdapat 60 daerah, baik provinsi, kabupaten, maupun kota, telah mengendapkan dana senilai Rp 214,75 miliar.
Sementara itu, 77 pemerintah daerah (pemda) memboroskan keuangan Rp 170,68 miliar dengan menggunakan anggaran belanja daerahnya untuk instansi vertikal. Penggunaan itu, misalnya, untuk dana bantuan, honor dan tunjangan bagi pimpinan dan anggota DPR, pejabat negara, dan pejabat di daerah.
Sebanyak 23 pemda memiliki saham di bank atau perusahaan daerah senilai Rp 1,17 triliun, tetapi tidak jelas dasar hukumnya. Adapun 23 pemda lainnya memiliki hak kuasa atas aset daerah dan penyertaan modal di pemerintah desa senilai Rp 2,83 triliun. Namun, dana tersebut tidak dapat ditelusuri dan tidak tercatat dalam neraca LKPD.
Kondisi LKPD itu menunjukkan status sistem keuangan di daerah yang belum matang. Kelemahan akuntansi itu tidak hanya terjadi pada pemda, tetapi terjadi juga di departemen teknis, ungkap Anwar Nasution.
Manajer Program di Departemen Informasi dan Publikasi Indonesian Corruption Watch Adnan Topan Husodo mengatakan, temuan BPK menunjukkan sikap pemimpin di daerah yang merasa dirinya memiliki kekuasaan absolut atas anggaran. Sikap tersebut semakin kuat karena kontrol DPRD sangat lemah.
Itu menunjukkan sistem keuangan daerah belum akuntabel. DPRD hanya mengawasi saat penyusunan anggaran dengan pemda, tetapi mereka tidak mengetahui dana-dana lain yang masuk di luar APBD. Itu menunjukkan kebutuhan adanya pemeriksaan yang lebih mendalam oleh BPK terhadap APBD semakin kuat, tutur Adnan.
Menurut Adnan, pihaknya telah menemukan berbagai kasus serupa yang akan dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus tersebut antara lain seorang bupati di Jawa Barat memasukkan dana APBD ke kas pribadi serta bupati di Sumatera Barat yang mendepositokan dana APBD, sementara bunganya dibagi-bagikan.
Itu menunjukkan kekuasaan yang mutlak atas anggaran di daerah masih berada di satu tangan, ujar Adnan Topan Husodo.
Berindikasi korupsi
Anwar memaparkan, pihaknya menemukan tujuh kasus berindikasi korupsi senilai Rp 85,11 miliar dan 4,23 juta dollar AS lebih. Empat temuan dilaporkan ke Kejaksaan Agung, sedangkan tiga lainnya dilaporkan ke KPK.
Temuan yang dilaporkan ke Kejaksaan Agung antara lain adalah dana pensiun di Bank Negara Indonesia (BNI) 46 senilai Rp 45,03 miliar dan pengadaan helikopter Bell 205-AI dengan kredit ekspor di Departemen Pertahanan dan TNI Angkatan Darat dengan nilai kerugian negara 4,23 juta dollar AS.
Kewenangan kami terbatas pada pemeriksaan, sedangkan tindak lanjutnya diserahkan kepada pemerintah dan lembaga penegak hukum, baik Polri, KPK, inspektorat jenderal, maupun Kejaksaan Agung. Kemampuan kami juga terbatas sehingga baru tujuh temuan yang dilaporkan. Jangan anggap BPK itu sudah mapan karena kami memiliki keterbatasan sumber daya manusia, tutur Anwar Nasution.
Anwar mengeluhkan rendahnya perhatian pemerintah dalam menindaklanjuti temuan BPK karena hanya 36,15 persen pejabat pengelola keuangan negara yang merespons temuan itu.
Dari 17.142 temuan senilai Rp 101,76 triliun lebih, hanya 6.197 temuan yang sudah ditindaklanjuti atau Rp 18,63 triliun lebih.
Sebuah temuan dinilai sudah ditindaklanjuti jika saran dan rekomendasi yang kami sampaikan telah dikerjakan oleh instansi terkait, katanya.
Pada saat sidang paripurna itu anggota DPR Tjahjo Kumolo mengatakan, pemerintah tidak tanggap terhadap setiap temuan BPK. Untuk itu, DPR harus mendesak Presiden agar mengagendakan pembicaraan khusus soal tindak lanjut temuan BPK pada sidang kabinet, agar menteri terkait lebih serius menanggapinya.
Pimpinan DPR harus menetapkan format yang jelas, hasil audit mana yang akan dipakai. BPK, Timtas Tipikor, BPKP, inspektorat jenderal, atau KPK, ujarnya. (OIN)
Sumber: Kompas, 29 November 2006