BPK Tetap Berwenang Audit BUMN

Pemisahan pemeriksaan untuk menutupi penyimpangan.

Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah akhirnya sepakat tidak mengurangi kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan. BPK tetap dibolehkan mengaudit semua badan usaha milik negara. Kesepakatan DPR-pemerintah diputuskan setelah Dewan menolak permintaan pemerintah mengurangi peran BPK.

BPK tetap berhak melakukan pemeriksaan ulang, meskipun telah diaudit oleh kantor akuntan publik, ujar Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang BPK Asep Ruchimat Sudjana seusai rapat dengan pemerintah kemarin.

Dalam rapat tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pemerintah menginginkan BUMN tertentu tidak lagi diaudit BPK. Perusahaan yang sudah tercatat di bursa tidak perlu lagi diaudit BPK, cukup oleh kantor akuntan publik, katanya.

Permintaan sama disampaikan untuk BUMN dan BUMD yang kepemilikan pemerintah minoritas atau kurang dari 50 persen. Biasanya audit terhadap BUMN tersebut telah dilakukan oleh kantor akuntan publik dengan mengikuti peraturan yang berkaitan, kata Sri Mulyani.

Dia menjelaskan perlu ada sinkronisasi antara RUU BPK dan undang-undang yang lain untuk memberikan kepastian hukum demi menciptakan iklim investasi yang kondusif. Perseroan yang pembiayaannya dari pasar modal tentu tidak ingin mengecewakan kepercayaan masyarakat, katanya. Karena itu, kata Sri Mulyani, pemeriksaan akuntan publik menjadi penting.

Selain itu, kata Sri Mulyani, masuknya investasi asing ke perusahaan milik negara merupakan faktor penting untuk menggerakkan perekonomian. Sehingga perlu diperhatikan international best practice. Salah satu acuannya adalah laporan akuntan publik.

Menurut anggota DPR, Harry Azhar Azis, RUU BPK tidak boleh membatasi kekuasaan BPK. BPK dibentuk untuk memeriksa semua unsur keuangan negara, saham minoritas satu persen pun wewenang BPK karena merupakan kekayaan negara, katanya. Dia menambahkan, pembatasan untuk efisiensi tidak menjadi masalah. Tapi jangan membatasi kewenangan, ujarnya.

Anggota DPR lainnya, Ahmad Kurdi, menyatakan usul pemerintah dinilai sebagai upaya untuk menutupi indikasi penyimpangan di BUMN.

Sedangkan dukungan kepada pemerintah diungkapkan Walman Siahaan dari Fraksi Partai Damai Sejahtera. Menurut dia, ada 158 BUMN dan BPK tak akan sanggup mengauditnya. Serahkan kepada akuntan publik, katanya.

Anggota BPK, Baharuddin Aritonang, menyambut baik kesepakatan DPR dan pemerintah itu. DPR sebagai sesama lembaga negara memang harus mendukung BPK, katanya. Kewenangan BPK sesuai dengan amanat konstitusi, yakni memeriksa semua kekayaan negara.

Menanggapi hasil pemeriksaan BPK yang memberikan pendapat disclaimer, Sri Mulyani Indrawati mengakui masih banyak kelemahan dalam pengelolaan keuangan negara. Menurut dia, sebagai bendahara umum negara, pihaknya akan berusaha terus memperbaiki pengelolaan keuangan negara ke depan.

Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Mulia P. Nasution menambahkan, sistem akuntansi dan sumber daya manusia yang menguasai sistem yang mengolah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2005 masih memiliki keterbatasan. Karena itu, dia menyatakan legawa atas pendapat disclaimer dari BPK. SOFIAN | AGUS SURPIYANTO | KURNIASIH BUDI

Sumber: Koran Tempo, 5 Oktober 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan