Buletin Anti-Korupsi: 2-2-2017
POKOK BERITA:
“Pemberhentian Secara Tidak Hormat Menanti Patrialis”
Tempo, Kamis, 2 Februari 2017
Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi memberi sinyal akan merekomendasikan pemberhentian secara tidak hormat terhadap Patrialis Akbar, hakim konstitusi yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi dalam dugaan suap. Hukuman dari Mahkamah Kehormatan tetap diberikan walaupun Patrialis telah mengajukan pengunduran diri ke Mahkamah Konstitusi.
“Hak Politik Irman Terancam Dicabut”
Kompas, Kamis, 2 Februari 2017
Hak politik mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Irman Gusman, untuk dipilih dalam jabatan publik terancam dicabut. Pencabutan hak politik Irman itu perlu dilakukan untuk melindungi masyarakat agar tidak salah dalam memilih pemimpin dan wakil rakyat. Permintaan pencabutan hak politik itu disampaikan jaksa ketika membacakan tuntutan perkara dugaan suap terhadap Irman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
“KPK Geledah Kantor Gubernur Papua”
Media Indonesia, Kamis, 2 Februari 2017
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan petugas Bareskrim Polri melakukan penggeledahan di Kantor Gubernur Papua di Jayapura. Penggeledahan tersebut diduga terkait kasus dugaan korupsi pembangunan Jalan Kemiri - Depapre yang saat ini ditangani KPK.
Media Indonesia, Rabu, 1 Februari 2017
Komisi Pemberantasan Korupsi menelusuri keterlibatan hakim Mahkamah Konstitusi lain dalam kasus dugaan suap terkait uji materi UU Nomor 14 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pasalnya, pengambilan keputusan dalam uji materi itu bersifat kolektif kolegial.
“Arief: Badan Peradilan Tidak Boleh Diawasi”
Kompas, Selasa, 31 Januari 2017
Meski sudah ada dua hakim konstitusi yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi karena menerima suap, Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat menyatakan tidak sepakat dengan wacana mekanisme pengawasan terhadap hakim konstitusi. Menurut dia, pengawasan terhadap hakim konstitusi akan menimbulkan subordinasi hakim.
Informasi pada pukul 17.30 WIB