Buletin Anti-Korupsi: Update 11-11-2016
POKOK BERITA:
“Harta Sanusi Tak Sebanding Penghasilan”
http://print.kompas.com/baca/
Kompas, Jumat, 11 November 2016
Harta yang dimiliki mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi tidak sebanding dengan jumlah penghasilan yang diperolehnya. Bahkan, aset yang dilaporkannya dalam surat pemberitahuan tahunan wajib pajak tidak sesuai dengan total barang bergerak dan tidak bergerak yang dimilikinya selama ini.
“Budi Supriyanto Berkilah hanya Ikut-ikutan”
http://mediaindonesia.com/
Mantan anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto mengeluhkan vonis 5 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim. Padahal, mantan rekannya di Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti yang berperan lebih aktif daripada dirinya hanya divonis 4,5 tahun.
“Edy Nasution Bantah Minta Rp 3 Miliar”
http://print.kompas.com/baca/
Media Indonesia, Kamis, 10 November 2016
Mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution membantah pernah meminta uang Rp 3 miliar kepada Wresti Kristian Hesti, pegawai bagian legal PT Artha Pratama Anugrah. Namun, Edy membenarkan bahwa Hesti pernah meminta dirinya agar mengubah bunyi surat putusan eksekusi lahan milik PT Paramount Enterprise. Hesti diketahui adalah orang yang memberikan konsultasi hukum kepada petinggi PT Paramount Enterprise, Eddy Sindoro.
“Irman Disebut Atur Distribusi Gula”
http://koran.tempo.co/konten/
Tempo, Rabu, 9 November 2016
Bekas Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Irman Gusman, disebut ikut mengatur waktu pendistribusian gula di Sumatera Barat. Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Ahmad Burhanudin, mengatakan Irman meminta Memi, petinggi CV Semesta Berjaya, perusahaan distributor, menunggu waktu yang tepat untuk menjual gula dari Badan Urusan Logistik (Bulog) melalui pesan WhatsApp pada 21 Agustus lalu.
“Potensi Korupsi Tinggi di Aceh”
http://print.kompas.com/baca/
Kompas, Selasa, 8 November 2016
Komisi Pemberantasan Korupsi memperkuat koordinasi antar-instansi dalam penanganan kasus korupsi di Provinsi Aceh. Potensi korupsi di Aceh cukup tinggi karena besarnya dana otonomi khusus dan rendahnya kesadaran para pejabat daerah melaporkan harta kekayaan.