Buletin Anti-Korupsi: Update 12-8-2016
POKOK BERITA:
“Advokat Jangan Korupsi”
http://print.kompas.com/baca/
Kompas, Jumat, 12 Agustus 2016
KPK mengingatkan, advokat sebagai penegak hukum harus memberi contoh kepada masyarakat untuk tidak terlibat korupsi. Advokat diharapkan belajar dari putusan Mahkamah Agung yang memperberat hukuman terhadap pengacara korup.
“Problem LP Salah Obat”
Media Indonesia, Jumat, 12 Agustus 2016
Salah satu alasan pemerintah merevisi aturan remisi dalam Peraturan Pemerintah No 99 Tahun 2012 ialah kondisi hunian lembaga pemasyarakatan (LP) yang melebihi kapasitas. Narapidana nantinya tidak dipersulit dalam mendapatkan remisi atau potongan masa tahanan. Namun, menurut Wakil Ketua KPK, La Ode Syarif, penghapusan aturan bahwa remisi bagi narapidana korupsi bisa diberikan jika menjadi juctice collaborator tidak berdasar.
“Bupati Subang Akui Menyuap Aparat”
http://koran.tempo.co/konten/
Tempo, Jumat, 12 Agustus 2016
Tersangka kasus suap dan gratifikasi dalam perkara korupsi dana kapitasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kabupaten Subang, Ojang Suhandi, mengakui telah menyuap aparat penegak hukum. Duit miliaran rupiah ia alirkan sejak kasus korupsi dana kapitasi BPJS itu diselidiki kepolisian daerah hingga tahap penuntutan oleh kejaksaan tinggi. Langkah itu dilakukan Ojang untuk mengamankan perkara korupsi dana BPJS yang tengah melilitnya.
“Pembakar Hutan Diganjar Hukuman Rp 1 Triliun”
http://koran.tempo.co/konten/
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan sebagian besar isi gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap PT National Sago Prima (NSP), yang dianggap lalai sehingga terjadi kebakaran lahan di Riau. Dalam amar putusannya, majelis hakim menghukum NSP untuk membayar ganti rugi atas kerusakan ekologis serta hilangnya keuntungan ekonomi sebesar Rp 319 miliar. Bukan hanya itu, perseroan juga wajib memulihkan hutan yang terbakar di sekitar 3.000 hektare lahan miliknya dengan total biaya Rp 753 miliar.
“Politik Uang Tak Tersentuh”
http://print.kompas.com/baca/
Kompas, Jumat, 12 Agustus 2016
Praktik politik uang di tahapan calon perseorangan berpotensi tak tersentuh karena peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota belum juga ditetapkan oleh Badan Pengawas Pemilu. Untuk itu, Komisi II DPR meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memprioritaskan penyelesaian penyusunan aturan tersebut.
Informasi pada pukul 17.30 WIB