Bulletin Anti-Korupsi: Update 2015-6-17
POKOK BERITA:
“Presiden Tidak Tahu Rencana Revisi”
http://print.kompas.com/baca/2015/06/17/Presiden-Tidak-Tahu-Rencana-Revisi
Kompas, Rabu, 17 Juni 2015
Adanya revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi di DPR, tidak diketahui oleh Presiden, seperti yang dikatakan tim komunikasi Presiden. KPK pun tak yakin Presiden setuju rencana revisi yang diajukan Menkumham Yasonna karena jika hal ini disetujui Presiden, maka komitmen Presiden untuk memperkuat KPK, perlu dipertanyakan. Beberapa poin di dalam usulan revisi yang bisa melemahkan KPK, yaitu mengubah kewenangan penyadapan hanya kepada orang yang telah diproses hukum, dilibatkannya Kejaksaan Agung dalam setiap penuntutan oleh KPK, diadakannya suatu dewan pengawas, hingga adanya pelaksana tugas jika komisioner KPK berhalangan.
“Angka Korupsi Birokrasi masih Tinggi”
Media Indonesia, Rabu, 17 Juni 2015
Menurut Bank Dunia, peringkat Indonesia dalam tata kelola pemerintahan global 2014 tergolong rendah. Hal itu juga disebabkan angka korupsi dalam birokrasi publik masih tinggi, dengan menempati urutan ke-109 dari 175 negara yang disurvei. Indikatornya dilihat dari tata kelola pemerintahan global, keterwakilan dan akuntabilitas 48%, stabilitas politik dan rendahnya tingkat kekerasan 28%, efektivitas pemerintahan 45%, kualitas peraturan 46%, aturan hukum 36%, dan pengendalian korupsi 31%.
“Ujug-ujug, Ruki Ingin KPK Bisa Terbitkan SP3”
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/06/17/063675814/Ujug-ujug-Ruki-Ingin-KPK-Bisa-Terbitkan-SP3 Tempo, Rabu, 17 Juni 2015
Plt Ketua KPK, Taufiequrrachman Ruki, ingin KPK mempunyai kewenangan menghentikan kasus alias SP3. Menurut Ruki, KPK perlu mempunyai kewenangan ini bila dalam suatu proses penyidikan, ada hal-hal yang demi hukum memaksa KPK menghentikan penyidikan. Tetapi menurut Plt Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Adji, jangan terburu-buru membahas kewenangan baru KPK ini.
“Fahri: dana aspirasi sesuai tugas konstitusional”
http://www.antaranews.com/berita/501844/fahri-dana-aspirasi-sesuai-tugas-konstitusional
Antara News, Selasa, 16 Juni 2015
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, beranggapan penolakan terhadap dana aspirasi berarti menolak konstitusi dan melanggar sumpah jabatan DPR. Dalam UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD-3) dan sumpah jabatan, ditegaskan bahwa kewajiban anggota DPR adalah membela konstituen. Dan menurut Fahri, jika tidak mendapat dana aspirasi berarti tidak ada mekanisme baginya untuk menjalankan aspirasi konstituennya.
Informasi pada pukul 17:30 WIB, 17 Juni 2015