Bupati Magetan Diboyong ke Rumah Sakit

Kejaksaan Blitar menyelidiki enam surat keputusan Wali Kota yang merugikan Rp 2,4 miliar.

Tak sampai lima jam berada dalam tahanan Lembaga Pemasyarakatan Magetan, Jawa Timur, Bupati Saleh Muljono diboyong keluarganya ke Rumah Sakit Sayyidiman pukul empat dini hari kemarin.

Tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan gedung olahraga serta gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Magetan senilai Rp 7 miliar itu diduga depresi dan syok. Tolong, Bapak lagi sakit, jangan diganggu dulu, kata Ahmad Rifa'i, kuasa hukumnya. Saleh dijebloskan ke tahanan pada Senin lalu pukul 23.30. Penahanan ini dilakukan setelah Kepolisian Daerah Jawa Timur melimpahkan berkas penyidikan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

Ia menjadi tersangka berdasarkan temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan bahwa ada penggelembungan anggaran senilai Rp 3,2 miliar dari total dana pembangunan GOR Ki Mageti dan gedung DPRD Magetan sebesar Rp 12,876 miliar, yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2003. Setelah disidik polisi, Saleh diduga mengorupsi APBD dengan menggelembungkan harga bangunan sebesar Rp 7 miliar.

Selain Saleh, turut menjadi tersangka Syamsul Hadi (Kepala Dinas Pekerjaan Umum Magetan), Gimin (pemimpin proyek), Liauw Enggarwati (Bendahara CV Budi Bersaudara dan CV Budi Karya Mandiri), Sri Wahyuni (Direktur CV Budi Bersaudara) serta Teguh Budi Santoso (Direktur CV Budi Karya Mandiri). Syamsul Hadi dan Gimin telah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Magetan.

Sementara itu, Kejaksaan Negeri Blitar sedang menyelidiki enam surat keputusan Wali Kota Djarot Sayiful Hidayat yang diduga merugikan negara Rp 2,4 Miliar. Hal itu adalah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap APBD Pemerintah Kota Blitar tahun 2005-2006. Jika terdapat unsur pidana, akan segera kami tindak, kata Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Blitar M. Riza.

Enam SK yang dinilai bermasalah oleh BPK di antaranya tentang biaya operasional wali kota, yang menyalahi peraturan pemerintah tentang aturan biaya penunjang operasional kepala daerah. Melalui SK ini, Wali Kota Djarot diduga telah memboroskan keuangan daerah Rp 106,9 juta dan Rp 30,8 juta serta anggaran yang tak bisa dipertanggungjawabkan Rp 1,2 miliar.

BPK juga mempersoalkan SK tentang pemberian insentif PBB kepada anggota Dewan, yang menyalahi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. SK itu merugikan negara mencapai Rp 126,5 juta.

Sekretaris Kota Blitar Anang Triono menyatakan enam SK wali kota itu sudah dicabut sehingga tidak ada masalah lagi. Uang bagi hasil PBB kepada Dewan itu juga sudah dikembalikan dan pengeluaran wali kota sudah dilengkapi dengan surat pertanggungjawaban, kata Anang. Dini Mawuntyas | Dwijo U. Maksum

Sumber: Koran Tempo, 6 Juni 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan