Buru Aset Koruptor, Perlu Maksimalkan MLA

Kejaksaan Agung (Kejagung) didorong untuk memaksimalkan instrumen mutual legal assistance (MLA) dalam penegakan hukum terhadap koruptor. Sebab, MLA dinilai bisa menjadi alternatif penanganan untuk menarik aset-aset para koruptor di luar negeri.

"Kalau orangnya belum bisa diburu, paling tidak aset-asetnya dulu," ujar pakar hukum internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto kemarin (24/5).

Menurut dia, langkah tersebut penting untuk menunjukkan keseriusan dalam menangani koruptor yang menggerogoti uang negara. "Perlu ditunjukkan bahwa penegakan hukum serius," tutur Hikmahanto.

MLA menjadi peluang terbesar pemerintah untuk dapat menarik aset-aset para koruptor. "Kalau dimaksimalkan, bisa dapat apresiasi. Apalagi, selama ini kejaksaan kalah pamor dari KPK," tuturnya.

Hikmahanto mengungkapkan, perburuan terhadap buron pengemplang uang negara yang dilakukan oleh pemerintah melalui Tim Pemburu Koruptor (TPK) memang tak mudah. Tak jarang koruptor berpindah-pindah tempat. "Ketiadaan perjanjian ekstradisi juga menjadi kendala, seperti Singapura yang menjadi tempat persembunyian," urainya.

Sebelumnya, Ketua TPK Muchtar Arifin mengakui memang ada kendala dalam menangkap buron koruptor. Karena itu, TPK berupaya melacak aset milik koruptor. "Semua negara ASEAN sudah meneken MLA, termasuk Singapura," ujar dia.

Dalam daftar buron terdapat 20 nama koruptor. Mereka adalah para pengemplang dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Yakni, sembilan terpidana dan sebelas tersangka. Di antara target tersebut, berhasil ditangkap lima orang, yakni empat terpidana dan seorang tersangka. Selain itu, seorang lagi tersangka koruptor meninggal. Sehingga, masih ada 14 target yang belum ditangkap. (fal/dwi)

Sumber: Jawa Pos, 25 Mei 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan