Butuh Pengawas KPK; Dipertanyakan, Mundurnya Dua Direktur KPK
Penggiat Cinta Indonesia Cinta Anti Korupsi atau Cicak mempertanyakan mundurnya dua direktur di Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka khawatir, mundurnya dua pejabat itu dilatarbelakangi kondisi lembaga antikorupsi itu yang tidak solid lagi.
Demikian disampaikan sejumlah penggiat Cicak setelah bertemu dengan Wakil Ketua KPK M Jasin di Jakarta, Kamis (25/3). ”Pimpinan KPK seharusnya introspeksi diri setelah ada dua direktur yang mengundurkan diri. Saya menduga, ada masalah kelembagaan di KPK sampai mereka mundur,” kata Danang Widoyoko, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), seorang penggiat Cicak.
Kecurigaan itu, kata Danang, karena kedua direktur yang mundur per April 2010 memiliki peran penting di tubuh KPK. Direktur Pengawasan Internal KPK Cesna F Anwar berperan dalam mengawasi masalah internal di KPK dan saat ini menyelidiki mafia kasus yang diduga melibatkan keluarga pimpinan KPK. ”Saya khawatir, Ibu Cesna kecewa sebab temuan di Pengawasan Internal tak ditanggapi oleh pimpinan,” katanya.
Adapun Direktur Pengolahan Informasi dan Data Budi Ibrahim berperan penting dalam proses penyadapan, yang selama ini menjadi salah satu alat penting KPK dalam mengungkapkan korupsi.
”Jasin menjelaskan kepada kami, mereka mundur hanya karena masalah karier. Keduanya disebutkan mendapat pekerjaan di tempat lain. Tetapi, saya yakin ada masalah di KPK yang melatarbelakanginya,” kata Danang.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengaku tidak tahu alasan pengunduran diri keduanya. ”Apakah itu berkaitan dengan urusan personal atau dengan situasi di KPK. Tetapi, mereka sudah mendapat pekerjaan baru di tempat lain. Ibu Cesna pindah ke perusahaan yang lebih bagus dari sisi finansial dibanding KPK,” ujarnya.
Johan menambahkan, mundurnya kedua direktur itu tentu berpengaruh pada kinerja KPK. ”Biasanya kan ada pemimpinnya, untuk sementara ini nggak ada. Karena itu, segera akan dilakukan rekrutmen,” katanya.
Pengawas independen
Bambang Widodo Umar, penggiat Cicak yang juga Guru Besar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, mendesak agar KPK mengusut tuntas dugaan makelar kasus di internal KPK secara transparan. Hal ini bisa memicu tidak solidnya lembaga itu. ”Kami mendorong agar praktik makelar kasus di KPK yang diduga melibatkan putra pimpinan lembaga ini diselesaikan,” katanya.
Danang menambahkan, jika pengawas internal KPK tak bisa membongkar masalah ini, sebaiknya dibentuk lembaga pengawas etik independen yang melibatkan orang luar. ”Sebagaimana dilakukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban saat memeriksa dua komisionernya yang diduga melanggar kode etik, mereka juga mengundang pihak luar,” lanjutnya.
Komite etik independen itu, ujar Danang, untuk menjawab keraguan publik bahwa pemeriksaan internal KPK berjalan di tempat. Menanggapi desakan itu, ia menuturkan, Jasin menyatakan persetujuannya. ”Tetapi, belum tahu pimpinan KPK lainnya. Katanya, mau diperbincangkan dulu,” lanjutnya. (AIK)
Sumber: Kompas, 26 Maret 2010