Calon Dicecar Strategi Ubah Citra MA
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (14/10), antusias mencecar calon hakim agung dengan pertanyaan seputar strategi, terobosan, dan komitmennya mengubah citra negatif Mahkamah Agung atau MA. Pertanyaan itu disampaikan dalam uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test terhadap calon hakim agung di DPR.
Pada hari kedua uji kelayakan dan kepatutan terhadap empat calon hakim agung itu, anggota Komisi III menyatakan ketidakpuasannya atas jawaban calon, baik dari jalur nonkarier maupun karier. Sehari sebelumnya, saat uji kelayakan dan kepatutan atas enam calon hakim agung, anggota Komisi III DPR juga menyatakan pesimistis terhadap kemampuan dan penguasaan materi calon. Kali ini Komisi Yudisial (KY) mengirimkan 18 calon untuk mengisi lowongan enam hakim agung.
”Sekarang kami mementingkan bagaimana rencana calon mengimplementasikan visi dan misinya, khususnya dalam mengubah sistem dan pencitraan MA. Mereka terkesan benar-benar kurang membaca atau kurang wawasan di luar teori hukum,” kata Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan. Hal senada diungkapkan anggota Komisi III lainnya.
Anggota Komisi III DPR, Gayus Lumbuun, berpendapat calon yang lolos seleksi KY tampak kurang siap menghadapi pertanyaan dalam uji kelayakan dan kepatutan. Ini menandakan mereka yang berkualitas justru enggan mendaftar sebagai calon hakim agung. Hal ini juga kian menguatkan pencitraan hakim agung yang kurang baik di masyarakat.
Datar-datar saja
Jawaban yang disampaikan calon hakim agung selama 90 menit uji kelayakan dan kepatutan, Selasa, terkesan datar-datar saja. Mereka cenderung tak memberikan jawaban tegas terhadap kasus kedekatan hakim agung dengan makelar kasus dan penerimaan hadiah.
”Ya, sebaiknya kami memang tidak dekat dengan makelar kasus. Sebaiknya pula kami tidak menerima hadiah apa pun dari pemilik perkara,” kata Nyoman Serikat Putra Jaya, dosen Universitas Diponegoro, Semarang, calon hakim agung. Selain Nyoman, calon yang diuji pada Selasa adalah Muhammad Ramli (Ketua Pengadilan Tinggi Maluku Utara), P Rosmala Sitorus (Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat), dan Raden Muchtar Panggabean (dosen Universitas Islam Indonesia Yogyakarta).
Menyinggung lobi dari calon hakim agung supaya lolos seleksi, Trimedya mengemukakan, upaya itu biasanya dilakukan pada fraksi, bukan langsung pada anggota komisi. ”Jika terbukti calon yang lolos terlibat politik uang dengan fraksi untuk mendukungnya, pasti kami menganulir keputusan itu,” ujarnya.
Secara terpisah, mantan hakim agung Benjamin Mengkoedilaga di Jakarta, Senin, menyebutkan, hakim agung perlu segera menggelar rapat pleno untuk memilih pimpinan baru lembaga itu. Sebab, pada 1 November 2008, Ketua MA Bagir Manan, Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Marianna Sutadi Nasution, dan Ketua Muda Pidana MA Parman Suparman resmi pensiun.
Pemilihan pimpinan MA, kata Benjamin, tidak perlu menunggu hasil uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung. (ays/nwo)
Sumber: Kompas, 15 Oktober 2008