Calon Gubernur Dituding Main Uang
Saya dimintai setoran Rp 400 miliar, kata Sarwono.
Pemilihan Gubernur DKI Jakarta masih dua bulan lagi, tapi sejumlah kalangan menengarai adanya permainan politik uang dalam pemilihan Gubernur Jakarta. Ibrahim Fahmi Badoh, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch, mengatakan praktek money politics bisa terjadi sejak penjaringan calon di partai politik.
Menurut Ibrahim, peluang politik uang kali ini lebih besar karena kedua kandidat terkuat--Adang Daradjatun dan Fauzi Bowo--memiliki akses atas pemerintah dan badan legislatif. Para kandidat pasti meminta bantuan rekan-rekan mereka, kata Ibrahim kemarin.
Sarwono Kusumaatmadja, calon gubernur yang gagal mendapat tiket, mengaku tak sanggup membayar setoran ke partai. Dia mengaku pernah dimintai uang Rp 400 miliar oleh sebuah partai besar. Menurut dia, permintaan itu bisa jadi sengaja untuk menyingkirkan dirinya. Saya tak bisa bayar. Saya tidak terpilih jadi calon di partai karena pasti ada calon lain yang menyanggupi membayar uang, katanya.
Sarwono sempat mendapat dukungan Partai Amanat Nasional dan Partai Kebangkitan Bangsa. Tapi belakangan dukungan dua partai ini pun gembos. PAN berbalik mendukung Fauzi Bowo.
Hingga tadi malam, yang merupakan hari terakhir pendaftaran calon gubernur, baru dua pasangan yang telah mendaftar ke komisi pemilihan umum daerah. Mereka adalah pasangan Adang Daradjatun-Dani Anwar yang didukung Partai Keadilan Sejahtera, dan Fauzi Bowo-Prijanto yang didukung koalisi partai besar.
Ihwal permainan politik uang, Ibrahim menyayangkan undang-undang yang tak mengatur ketat asal-usul dan pemakaian dana pemilihan. Selain itu, uang pun banyak mengalir lewat tim sukses bayangan. Kandidat bisa berkelit itu political cost, bukan money politics, kata Ibrahim.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Syaiful Mujani mengatakan biaya pencalonan seorang gubernur tak bakal kurang dari Rp 50 miliar. Menurut dia, yang termahal adalah biaya kampanye, pengerahan massa, dan setoran kepada partai politik.
Semakin tak populer seorang calon, semakin mahal biayanya. Si calon, misalnya, harus menebar atribut kampanye di semua pelosok daerah pemilihan. Adang dan Fauzi termasuk kategori itu, berangkat dari (popularitas) nol, kata Syaiful.
Saepul Tavip, koordinator tim sukses Faisal Basri, mengaku telah menghabiskan Rp 1 miliar lebih, tapi sebagian besar uang terpakai untuk sewa sekretariat, cetak atribut, dan aneka kegiatan amal. Tim Faisal juga sempat menyetor Rp 50 juta ke sebuah partai. Itu, menurut Tavip, tarif resmi bagi calon gubernur yang ingin masuk bursa. Calon wakil gubernur bayar separuhnya, ujarnya.
Berbeda dengan calon tersingkir, calon yang mendapat tiket membantah menyetor ke partai. Tak ada mahar. Kami memiliki kesamaan visi, kata Adang Daradjatun. Fauzi Bowo setali tiga uang. Saya tak pakai mahar. Sejauh ini Fauzi mengaku hanya menyiapkan dana untuk kampanye. Itu dari uang pribadi saya, ujar Fauzi beberapa waktu lalu. MUSTAFA | REZA | SORTA | ENI | POERNOMO
____________________________________________________
Duel Adang Vs Fauzi
Meski dukungan agar calon independen bisa ikut bertarung dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta makin kuat, laju Adang Daradjatun-Dani Anwar dan Fauzi Bowo-Prijanto tidak terbendung. Adang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera dan Fauzi Bowo didukung oleh Koalisi Jakarta, yang dimotori Partai Demokrat, Golkar, dan PDI Perjuangan.
Mereka dipastikan menjadi bintang dalam pemilihan gubernur yang digelar 8 Agustus mendatang. Calon-calon lainnya gagal prematur. Contohnya Agum Gumelar-Didiek J. Rachbini, yang dimunculkan Ketua Dewan Syura Partai Kebangkitan Bangsa Abdurrahman Wahid, yang batal maju karena tidak mendapat dukungan dari Partai Amanat Nasional, sehingga gagal meraih minimal 15 persen suara.
Pengganjal Calon Independen
Menurut penelitian Lembaga Survei Indonesia, 80 persen responden mendukung adanya calon independen. Namun, calon independen terganjal Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemilihan Kepala Daerah, yang mengharuskan calon didukung partai politik dengan suara minimal 15 persen. Berbagai pihak mengajukan uji materiil pasal itu kepada Mahkamah Konstitusi, tapi sudah terlambat karena pendaftaran ditutup kemarin malam. Mahkamah Konstitusi baru bisa mengumumkan sidang uji materiil itu paling cepat akhir bulan.
Harta Para Calon
Adang Daradjatun (2005)
Rp 19,32 miliar
Fauzi Bowo (2001)
Rp 16,63 miliar
Layu Sebelum Berkembang
1. Sarwono Kusumaatmadja-Jeffrie Geofanny
(PKB-PAN, tapi PKB menarik dukungan setelah Sarwono menolak keinginan Abdurrahman Wahid berpasangan dengan Dyah Oneng Pitaloka.)
2. Agum Gumelar-Didiek J. Rachbini
(Diusung PKB, tapi tidak bisa memenuhi kuota 15 persen suara karena gagal mencari koalisi.)
3. Faisal Basri
(Tidak didukung partai)
4. Rano Karno
(Tidak didukung partai)
PR untuk Calon
# Banjir tahunan
# Kemacetan lalu lintas
# Jumlah penganggur yang membengkak
# Wabah demam berdarah
# Pendidikan murah
# Kriminalitas
Sumber: Koran Tempo, 8 Juni 2007