Capres Sembunyikan Rp288 M [20/08/04]
Transparency International Indonesia (TII) menemukan sebanyak Rp288 miliar dana kampanye lima pasangan capres-cawapres pada Pilpres putaran pertama tidak dilaporkan kepada KPU.
Dari jumlah total Rp579 miliar dana kampanye kelima pasangan calon hanya Rp291 miliar yang dilaporkan, sehingga ada selisih Rp288 miliar yang tidak dilaporkan, ungkap Sekjen TII Emmy Hafild dalam jumpa pers mengenai hasil penelitian mereka di kantornya, Kamis (19/8).
Emmy menduga tidak adanya pelaporan karena banyaknya aktivitas kampanye di daerah yang tidak tercatat dalam rekening khusus dana kampanye di tingkat pusat.
Dana kampanye pasangan Megawati-Hasyim tercatat paling banyak yang tidak dilaporkan, yaitu dari Rp202 miliar temuan TII, yang dilaporkan hanya Rp84 miliar. Sementara pasangan SBY-Kalla dari Rp143 miliar hanya dilaporkan Rp71 miliar. Selanjutnya Wiranto-Wahid dari Rp138 miliar, yang dilaporkan hanya Rp86 miliar, Amien-Siswono dari Rp75 miliar yang dilaporkan Rp30 miliar, sedang Hamzah Haz-Agum dari Rp21 miiar temuan TII yang dilaporkan ke KPU hanya Rp16 miliar.
Sekjen TII tersebut juga menyatakan audit dana kampanye yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak cukup mengungkapkan dana kampanye capres secara transparan dan akuntabel. Undang-undang Pemilu legislatif maupun UU Pilpres banyak memiliki kekurangan yang akhirnya dimanfaatkan oleh tim kampanye masing-masing Capres-Cawapres, sehingga berakibat ternodanya transparansi pengungkapan dana kampanye, katanya.
TII bahkan mengungkapkan adanya pasangan yang tidak mengungkapkan identitas penyumbang perorangan yang nilainya mencapai Rp14 miliar, dengan alasan dana tersebut diperoleh dari sumbangan perorangan yang nilainya di bawah Rp5 juta. Selain itu ada dana kampanye yang tercatat berasal dari Parpol di antaranya dari Partai Golkar kepada Wiranto sebesar Rp30 miliar yang tidak diatur dalam UU.
Demikian pula sumbangan dari masing-masing pasangan calon SBY Kalla yang menyumbang Rp10 miliar, dan Wiranto yang mengeluarkan Rp37miliar. Bagaimana mengkalarifikasinya, apakah itu uang pribadi atau bukan? kata Emmy.
Selain itu pada kampanye Pilpres tahap kedua yang ditetapkan selama tiga hari, Emmy menyatakan sudah banyak aktivitas kampanye yang dilakukan pasangan Mega-Hasyim dan SBY-Kalla.
Aktivitas kampanye terselubung itu sangat rentan terjadinya politik uang. Oleh karena itu TII mengimbau KPU agar meminta kedua pasangan tersebut mencatat seluruh pengeluarannya ke dalam rekening khusus dana kampanye.
Sebelumnya, yakni Selasa (3/8), TII bersama Indonesian Corruption Watch (ICW) menyampaikan hasil investigasi mereka kepada KPU dan Panwaslu mengenai 26 perusahaan fiktif yang memberi bantuan dana pada pasangan Mega-Hasyim dan SBY-Kalla.
Pasangan Mega-Hasyim diduga menerima dana dari dua perusahaan fiktif senilai Rp1,1 miliar, sedangkan 11 perusahaan lainnya diindikasikan berasal dari satu sumber dengan total nilai dana Rp8,25 miliar.
Sedangkan pasangan SBY-Kalla mendapat sumbangan dari 13 perusahaan yang diduga fiktif sebesar Rp2,45 miliar.
Sementara untuk kategori penyumbang individu atau perorangan, ada 17 penyumbang pasangan Mega-Hasyim yang patut diragukan, yakni penyumbang yang alamatnya tidak jelas (sebanyak 5 alamat) dengan total sumbangan sebanyak Rp490 Juta, penyumbang yang tidak layak menyumbang dilihat dari sisi ekonomi (sebanyak 7 alamat) dengan total Rp700 juta, dan lima penyumbang yang hanya digunakan namanya sebagai penyumbang dengan total sumbangan sebesar Rp500 juta.
Untuk penyumbang pasangan SBY-Kalla, dua penyumbang perorangan yang alamatnya tidak jelas dengan jumlah total sumbangan sebesar Rp175 juta.
Menanggapi adanya penyumbang fiktif, Panwaslu meminta KPU melakukan audit investigatif dan menyerahkan ke polisi jika terbukti terjadi tindak pidana.
Hal tersebut disampaikan Ketua Panwaslu Komarudin Hidayat di Gedung Century Tower, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, kemarin. Turut hadir, Asisten Koordinator TII Ahsan Jamed Hamidi dan Wakil Koordinator ICW Luky Djani.
Jadi pilihannya ada tiga, yang pertama apakah tim sukses menyerahkan dana tersebut ke kas negara. Kemudian tim sukses terkena sanksi pidana dan ketiga capres-cawapres didiskualifikasi, ujar Komarudin.ant/dtc
Sumber: Banjarmasin Pos, 20 Agustus 2004