Catatan BPK Atas Laporan Keuangan Departemen Pertanian
Pemeriksaan atas laporan keuangan Departemen Pertanian (Deptan) pada tahun anggaran 2004 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan beberapa catatan. Antara lain, realisasi pendapatan negara dan hibah Deptan pada peride tersebut Rp60,63 miliar atau 63% dari target yang ditetapkan dalam anggaran Rp64,73 miliar.
Dalam hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Departemen Pertanian 2004 yang diterima Media menyebutkan, realisasi belanja anggaran Rp1,803 triliun atau 77,9% dari total alokasi anggaran Rp2,312 triliun. Dari hasil pemeriksaan, BPK menganggap terdapat beberapa masalah yang perlu dilaporkan, yaitu mekanisme laporan keuangan 2004 yang belum dilaksanakan sesuai ketentuan.
Pertama, laporan keuangan yang diserahkan ke Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN) belum diperkisa oleh Inspektorat Jenderal (Irjen). Ketiga bagian proyek dekonstrasi di daerah tidak seluruhnya mengirimkan laporan inventarisasi barang milik negara.
Selain itu, catatan BPK terhadap kepatuhan perundang-undangan, antara lain belum dlaporkannya penggunaan dana bagian anggaran pembiayaan dan perhitungan senilai Rp89,4 miliar kepada BAKUN.
Kedua, sebagian tanah milik Deptan yang dimanfaatkan oleh pihak ketiga dan pemanfaatan rumah dinas tidak sesuai ketentuan. BPK juga mencatat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp1,2 miliar dari satuan kerja belum disetor ke kas negara. Selain itu ada aset tanah senilai Rp136 miliar juga belum disertifikatkan. BPK jga mencatat beberapa Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dan beberapa kendaraan tidak berada di bagian rumah tangga, melainkan dibawa pensiunan atau mantan menteri. Di antaranya mobil Toyota RAV 4 tahun 2003 dengan nomer polisi B 2008 MQ seharga Rp450 juta, sampai audit BPK dilaksanakan, masih dipegang oleh mantan Menteri Pertanian periode 2000-2004, Bungaran Saragih.
Sedangkan berdasarkan pengujian substantif BPK menyebut, pengembalian Dana Penguatan Modal Lembaga Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEM) 2004 sebesar Rp146,9 triliun, belum tercatat di Depertemen Pertanian. Sedangkan dana yang masih beredar dan belum dikembalikan, tidak dicatat sebagai piutang lain lain sebesar Rp13,5 miliar pada 2003, dan Rp12,4 pada 2004. BPK berpendapat, dana tersebut harus dicatat dalam laporan realisasi anggaran, sedangkan sisa dana yang masih beredar dicatat sebagai piutang lain-lain.
BPK juga memberikan catatan, berdasarkan dokumen yang diperoleh tim audit, diketahui laporan keuangan Deptan 2004 belum diperiksa oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) Departemen Pertanian, saat diserahkan ke BAKUN. Itjen baru melakukan pemeriksaan 28 April 2005, dan sampai BPK melakukan pemeriksaan mulai 28 Juni 2005, Itjen juga belum memberikaan laporannya kepada Biro Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Jenderal sebagai pihak yang diperiksa.
Kondisi itu dianggap tidak sesuai Keputusan Kepala Bakun No 16/!K/2004 pasal 6 yang menyebutkan pemeriksaan internal oleh Irjen atau Unit Pengawasan Internal di Lingkungannya dilaksanakan secara pararel dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan laporan keuangan kementerian negera/lembaga.
Keadaan ini mengakibatkan laporan keuangan Deptan 2004 yang disampaikan ke BAKUN memiliki potensi salah saji yang material. BPK juga menilai hal ini terjadi karena Itjen Deptan belum memahami pentingnya pemeriksan laporan keuangan selama proses penyusunan laporan keuangan sampai saat sebelum diserahkan ke BAKUN.
Atas masalah itu Deptan menyatakan temuan BPK benar, Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca Depatan belum diperiksa oleh Itjen Deptan.
BPK juga menyarankan Menteri Pertanian memberikan instruksi kepada Itjen agar melakukan pemeriksaan berkala. Atas penyusunan laporan keuangan Deptan yang dilakukan secara pararel dengan pelaksanaan anggaran. (Sam/OL-02)
Penulis: Syamsul Azhar
Sumber: Media Indonesia Online, 11 Oktober 2005