Cikeas Kembali Dikait-Kaitkan dengan Aliran Dana Century

Nama Cikeas kembali dikait-kaitkan dengan aliran dana Bank Century. Kali ini, data aliran dana yang diserahkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Pansus Hak Angket Bank Century menyebut nama seorang nasabah berinisial SKS.

Sumber di pansus menyatakan, di antara beberapa nama mirip pejabat atau tokoh parpol dalam laporan PPATK, nama SKS itu menjadi fakta paling menarik. ''Dia diindikasikan sebagai istri anggota DPR yang juga masih kerabat Cikeas,'' ujar sumber tersebut saat jeda rapat pansus tadi malam (6/1).

Penyerahan data PPATK kepada pansus kemarin merupakan kelanjutan penyerahan data pada 17 Desember 2009. Penyerahan data tersebut bisa dilakukan setelah adanya fatwa Mahkamah Agung No 148/KMA/XII/2009 tanggal 14 Desember 2009.

Fatwa tersebut memungkinkan PPATK menyerahkan data aliran dana kepada pihak selain penegak hukum, yakni pansus. Namun, dengan catatan, data itu bersifat rahasia.

Sumber itu menyebutkan, dalam data rahasia yang diserahkan PPATK kepada pansus kemarin, seorang nasabah perorangan bernama SKS melakukan beberapa kali penarikan dana dari Bank Century setelah bank tersebut di-bailout pada 21 November 2008.

Berdasar data PPATK, saldo yang tercatat di rekening giro valas milik nasabah bernama SKS tersebut per periode 26 November 2009 adalah USD 18.658. Ada pun aliran dana keluar yang terekam PPATK dikirim dari rekening milik SKS di Bank Century terjadi dua kali.

Pengiriman pertama dilakukan pada 26 November 2008 melalui Bank Century Cabang Pondok Indah Metro senilai Rp 115.969.000 dan pada 11 Februari 2009 sebesar Rp 356.675.000. Pengirim atas nama SKS kepada rekening di bank lain yang juga milik SKS.

Data PPATK juga menyatakan, dana tersebut ditarik melalui ATM atau counter bank, kemudian dipindahbukukan ke rekening pihak lain yang sebagian besar ditransfer ke rekening yang diindikasikan milik SKS di bank lain.

Selain nama SKS, kata sumber tersebut, laporan PPATK menyebut beberapa nama mantan pejabat maupun pejabat yang saat ini masih aktif. Misalnya, nama mirip seorang menteri yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan tinggal di Muara Karang.

Ada pula nama mirip seorang tokoh parpol yang juga seorang menteri dengan profesi wiraswasta dan beralamat di Medan. Kemudian, nama nasabah yang mirip seorang petinggi parpol dan mantan pejabat dengan alamat di Bagan Siapiapi.

Ada juga nama yang mirip mantan pejabat dengan alamat di Muara Karang. ''Nama-nama itu sama (dengan pejabat/tokoh parpol). Hanya alamat dan perkerjaannya yang berbeda,'' katanya.

Ketika dikonfirmasi, Ketua Pansus Hak Angket Bank Century Idrus Marham menyatakan, data dari PPATK mengenai aliran dana kepada nama-nama mirip pejabat atau tokoh parpol tersebut sudah berada di tangan pansus. ''Kalau memang perlu, akan kami panggil dan kami mintai keterangan. Saya kira siapa pun yang namanya mirip-mirip akan kami tindak lanjuti,'' ujarnya saat jeda rapat pansus kemarin.

Sebelumnya, saat dipanggil pansus pada 17 Desember 2009, Ketua PPATK Yunus Hussein mengungkapkan, hasil penelusuran aliran dana dari Bank Century menunjukkan adanya transfer dari rekening di Bank Century ke rekening lain milik beberapa orang yang namanya mirip tokoh parpol. ''Jumlahnya sementara belum sampai sepuluh (orang),'' ujarnya.

Menurut dia, PPATK terus mengklarifikasi temuan rekening dengan nama-nama yang mirip tokoh parpol tersebut. ''Misalnya, benar nggak si A (pemilik rekening) ini adalah si A (tokoh parpol). Tapi, (nama-nama) itu belum tentu benar (tokoh parpol). Sebab, sudah kami cek beberapa, ternyata nggak benar,'' katanya.

Yunus mengungkapkan, transaksi yang melibatkan rekening dengan nama-nama mirip tokoh parpol tersebut ditelusuri melakukan transaksi saat Bank Century berada dalam pengawasan khusus atau special surveillance unit (SSU) Bank Indonesia, yakni periode 6 November 2008 hingga 10 Agustus 2009. ''Sebab, dana-dana yang keluar pada periode itu kami cari semua,'' terangnya.

Saat itu, dia menyatakan, secara umum, memang banyak nama yang mirip antara satu orang dengan orang yang lain. ''Misalnya, nama Asep di Jawa Barat kan banyak. Kalau di Jawa, nama Bambang juga banyak yang sama. Gitu lho,'' ujarnya.

Pejabat BI Cuci Tangan
Sementara itu, upaya pansus hak angket untuk menguak pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus Bank Century belum menemui titik terang. Sebab, mantan pejabat-pejabat Bank Indonesia (BI) terlihat saling cuci tangan.

Dalam rapat kemarin, pansus menghadirkan tiga saksi. Yakni, Maman Sumantri (deputi gubernur BI periode 2002-2007), Maulana Ibrahim (deputi gubernur BI periode 2002-2007), dan Rusli Simanjuntak (mantan direktur pengawasan Bank pada 2002). Pemeriksaan saksi itu terkait dengan proses merger Bank Pikko, Danpac, dan CIC menjadi Bank Century.

Berbagai pertanyaan anggota pansus seputar peran mereka dalam proses merger Bank Century sering dijawab dengan kalimat tidak tahu atau tidak ingat. Seringnya tiga saksi menjawab tidak tahu itu dikritik Wakil Ketua Pansus Gayus Lumbuun. ''Pertanyaan anggota bukan soal pembidangan, tapi apa yang Bapak ketahui tentang proses akuisisi dan merger. Jadi, jangan menjawab tidak tahu terus,'' ujarnya kesal.

Dalam rapat kemarin, tiga saksi tersebut dimintai keterangan mengenai proses akuisisi tiga bank oleh Chinkara Capital milik Rafat Ali Rizvi hingga akhirnya pada Desember 2004 tiga bank itu dimerger menjadi Bank Century. Proses merger tersebut dipermasalahkan karena Bank CIC terbukti melakukan berbagai pelanggaran aturan perbankan. Terutama dalam hal surat-surat berharga (SSB) bodong serta praktik pencucian uang atau money laundering.

Maulana Ibrahim mengungkapkan, terkait merger, dirinya hanya sekali terlibat. Yakni, pada April 2004, dirinya selaku deputi gubernur BI menerima tembusan surat dari direktur pengawasan bank terkait rencana merger tiga bank. ''Menindaklanjuti itu, kami memberi catatan bahwa merger tiga bank tersebut mutlak diperlukan, sehingga lebih cepat lebih baik,'' katanya.

Surat catatan itulah yang kemudian oleh Sabar Anton Tarihoran (direktur pengawasan BI saat itu) dikatakan salah kutip atau misquote seolah-olah merupakan disposisi dari Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, sehingga oleh Anwar Nasution (deputi gubernur senior) dianggap sebagai persetujuan Burhanuddin atas merger tiga bank tersebut.

Namun, kemarin Maulana membuat pernyataan mengejutkan bahwa catatannya itu hanya dimuat sepotong oleh Sabar Anton Tarihoran, sehingga menimbulkan kesan keliru.

''Padahal, dalam catatan tersebut, saya mencantumkan syarat-syarat yang harus dipenuhi Chinkara jika ingin merger. Jadi, niat saya saat itu baik, tidak ada iktikad buruk apa pun. Saya hanya ingin tiga bank tersebut menjadi sehat, sehingga tidak mengganggu sistem pembayaran perbankan secara keseluruhan,'' terangnya.

Sementara itu, Maman Sumantri menyebutkan, selaku deputi gubernur yang membawahkan bidang perizinan dan administrasi, dirinya hanya memberi persetujuan atas direktur pengawasan yang tak lain adalah Sabar Anton Tarihoran. ''Jadi, saya tidak melakukan cross check lagi karena sudah ada persetujuan dari direktur pengawasan,'' ujarnya.

Rusli Simanjuntak mengaku, dirinya sama sekali tidak terkait dengan pengambilan keputusan proses merger. ''Sebab, saat saya menjabat direktur pengawasan bank pada Maret 2005, Bank Century sudah merger (pada Desember 2004),'' ungkapnya.

Terkait dengan rapat Dewan Gubernur BI pada 27 November 2001 yang memberikan izin prinsip akuisisi tiga bank oleh Chinkara untuk kemudian dimerger, Rusli menyatakan namanya memang ada dalam risalah rapat. Namun, posisinya adalah kepala biro gubernur BI yang mengurus administrasi acara-acara dewan gubernur. ''Jadi, sebagai perisalah saja, tidak ikut mengambil keputusan,'' katanya.

Jawaban-jawaban para saksi tersebut diterjemahkan sebagai sikap cuci tangan oleh anggota pansus. Melchias Mekeng dari FPG menuturkan, dari hasil rapat terdahulu, para mantan petinggi BI seperti Burhanuddin Abdullah, Anwar Nasution, serta petinggi yang kemarin hadir hanya menumpukan kesalahan pada Sabar Anton Tarihoran. ''Ini tidak bisa. Keputusan itu dibuat oleh rapat dewan gubernur, jadi bersifat kolegial. Tidak bisa para bos BI ini hanya menyalahkan Sabar Anton,'' tegasnya. (owi/iro)

Sumber: Jawa Pos, 7 Januari 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan