Dana Bank Indonesia di YPPI Tidak Sesuai Prosedur
Penempatan dana Bank Indonesia di Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia atau YPPI tidak sesuai prosedur sehingga tak bisa disebut kekayaan negara yang dipisahkan.
Hal ini disampaikan ahli hukum keuangan negara dari Departemen Keuangan, Siswo Suyanto, saat memberikan keterangan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (15/9).
Siswo memberikan keterangan untuk dua pejabat BI yang menjadi terdakwa, yaitu Oey Hoey Tiong dan Rusli Simanjuntak. Pada saat kasus aliran dana BI ini terjadi, Oey Hoey Tiong adalah Deputi Direktur Hukum BI dan Rusli Simanjuntak adalah Kepala Biro Gubernur BI.
Siswo Suyanto yang menjabat Sekretaris Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan menjelaskan, Bank Indonesia merupakan lembaga negara. ”Dia (BI) punya tata krama yang spesifik, tetapi polanya tetap sama. Pengeluaran uang harus diuji. Jika tidak, maka akan melanggar prinsip-prinsip yang sehat,” katanya.
Siswo menjelaskan, polanya sebuah dana disebut kekayaan negara yang dipisahkan adalah jika sudah ada izin dari Menteri Keuangan, Presiden, atau DPR.
Ia mengatakan, izin tersebut tergantung dari besaran dana yang dipisahkan itu. ”Karena yayasan ini tidak mengikuti pola, maka tidak bisa disebut dana ini kekayaan negara yang dipisahkan,” ujarnya.
Siswo menegaskan, apabila dana tersebut mau disebut kekayaan negara yang dipisahkan, seharusnya mengikuti pola-pola umum yang ada. Jika tidak mengikuti pola-pola umum, dana YPPI itu menjadi bagian dari kekayaan negara yang tidak dipisahkan, tetapi yang tidak dicatat.
”Kalau jumlahnya besar-besar seperti ini, bukan sumbangan,” kata Siswo.
Ahli kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan, Novi Gregori Antonius, menjelaskan, dana Rp 100 miliar YPPI bisa disebut dana hilang karena tidak tercatat dan tidak dipertanggungjawabkan. (VIN)
Sumber: Kompas, 16 September 2008