Dana Bank Indonesia ke DPR Dianggap Korupsi

Tidak sepatutnya Dewan menerima dana di luar anggaran yang sudah dialokasikan.

Pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada, Denny Indrayana, mengatakan pemberian dana ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk memuluskan pembahasan undang-undang atau keperluan lainnya adalah bentuk korupsi.

Pasal korupsi yang bisa dikenakan, menurut dia, adalah pasal soal gratifikasi dan pasal mengenai kerugian negara.

Untuk membahas undang-undang, (DPR) sudah ada anggarannya, kata Denny kepada Tempo kemarin. Karena itu, pemberian dengan tujuan tertentu, Itu sudah korupsi.

Pernyataan Denny itu berkaitan dengan kasus aliran dana Bank Indonesia ke Komisi Keuangan dan Perbankan DPR periode 1999-2004. Kasus ini terungkap ke publik setelah Kamis lalu Indonesia Corruption Watch menyerahkan sejumlah dokumen ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dokumen itu berisi catatan aliran dana yang diduga berasal dari BI untuk anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR pada 2004. Dana Rp 4,4 miliar itu digunakan untuk memuluskan proses sejumlah rancangan undang-undang, anggaran BI, dan menjamu anggota Dewan di hotel berbintang di Jakarta (Koran Tempo, 3 Agustus 2007).

Menurut Denny, DPR tidak bisa menggunakan alasan kekurangan anggaran untuk pembahasan undang-undang. Ia menyebut alasan itu cerita lama. DPR, ia menegaskan, harus membiayai sendiri pekerjaannya.

Penerima dana BI yang merupakan orang per orang, menurut dia, memperjelas bahwa kasus itu bisa dibawa ke ranah korupsi. Jadi, katanya, KPK harus mengusut kasus ini.

Pengusutan KPK, Denny menuturkan, tidak harus selalu berbekal dokumen otentik. Maksudnya, dengan informasi yang ada, KPK sudah bisa melakukan investigasi.

Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., menuturkan Komisi masih mempelajari dokumen yang disampaikan ICW. Menurut dia, masuk-tidaknya pemberian uang BI kepada DPR dalam kategori gratifikasi tergantung kesepakatan yang terjadi saat itu. Kalau benar (gratifikasi), apa ijab kabulnya? Itu harus jelas, katanya kepada Tempo kemarin.

Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Mulia Nasution mengungkapkan tidak sepatutnya Dewan menerima dana di luar anggaran yang sudah dialokasikan. Semua kegiatan DPR sudah ada anggarannya, jadi tidak sepatutnya ada lagi sumber-sumber pendapatan dari instansi pemerintah, departemen, termasuk dari BI, ujarnya kemarin.

Dia juga meminta agar tidak ada lagi kasus duplikasi anggaran di instansi pemerintah dengan anggaran yang ada di Dewan. Kalau itu (masih ada), artinya belum tertib (anggaran), kata Mulia.

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Ibrahim Fahmy Badoh mengatakan, setelah masa reses DPR berakhir, kasus dana BI ini akan dilaporkan ke Badan Kehormatan DPR. Badan Kehormatan tidak menutup mata, ujarnya. TITO SIANIPAR | DEWI RINA | RINI KUSTIANI | AGUS SUPRIYANTO

Sumber: Koran Tempo, 6 Agustus 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan