Dana Bantuan Sosial Rawan Dibajak Jelang Pilkada
Lemahnya pengawasan terhadap pengucuran dana bantuan sosial mengakibatkan dana ini rawan diselewengkan untuk kepentingan penguasa. Modus ini seringkali dipakai menjelang pemilihan kepala daerah.
Dari pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) terhadap pelaksanaan Pilkada pada 2010, dana bantuan sosial kerap dibajak dan dipersonifikasi atas nama penguasa untuk mendulang suara. Akibatnya, pemanfaatan dana menjadi salah sasaran, karena hanya digelontorkan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi target. “Dana bansos banyak digunakan untuk membangun citra dan menjadi modal politik,” ujar peneliti Korupsi Politik ICW, Abdullah Dahlan, dalam diskusi bersama forum wartawan Banten di Serang, Senin (13/6/2011).
Abdullah menuturkan, penyelewengan mudah terjadi karena otoritas pengawasan dana bansos hanya terbatas pada Kepala Daerah. Dana dapat dicairkan begitu proposal yang masuk ke sekretariat daerah disetujui pimpinan. “Tidak ada ukuran jelas syarat penerimaan proposal,” tukas Abdullah.
Menjelang pemilihan gubernur Banten, Abdullah menyoroti dana hibah yang dikucurkan pemerintah provinsi senilai Rp 340 miliar. Dana hibah ini, menurut Abdullah, harus diawasi penggunaannya, karena berpotensi disalahgunakan.
Anggota Forum wartawan Banten, Suhada, mengatakan, masyarakat sudah sejak lama mencurigai program-program pemerintah yang terkesan mencuri start kampanye. Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah kerap memajang foto dirinya dalam berbagai publikasi dan bantuan kepada masyarakat. Gambar Gubernur mengusai tiga perempat bagian baliho, sementara iklan layanan masyarakatnya sangat kecil. Begitu pula, foto Gubernur banyak muncul di buku tulis, kalender, bahkan biskuit yang dibagikan gratis.
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Ade Irawan meminta masyarakat Banten turut mendorong transparansi pelaksaan Pilkada. “Jika tidak dikawal, akan sangat berbahaya bagi proses tumbuh kembang demokrasi di Banten,” pungkas Ade. Farodlilah