Dana Cekak, Jaksa Hanya Bisa Sadap 1 Km dari Target
Penyadapan telepon yang dilakukan jaksa dalam penegakan hukum tidak bisa dilakukan sembarangan. Jaksa Agung Muda (JAM) Intelijen Wisnu Subroto menyatakan, pihaknya harus memberikan surat tembusan ke menteri komunikasi dan informatika (Menkominfo).
"Prosedurnya, harus diberitahukan ke operator (seluler) dan tembusan ke Menkominfo," kata Wisnu dalam rapat kerja jaksa agung dengan Komisi III (bidang hukum) DPR di kompleks DPR, Senayan, kemarin (11/5). Setiap penyadapan yang dilakukan, menurut dia, harus bisa dipertanggungjawabkan. "Harus jelas siapa yang disadap dan kasusnya apa," sambungnya.
Wisnu menjelaskan, tembusan kepada menteri tersebut untuk keperluan audit. Namun, dia menggarisbawahi, audit itu tidak terkait dengan substansi penyadapan. "Audit agar tidak (terjadi) abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan). Jadi, tidak secara substansi," terang Wisnu.
Pengadaan alat sadap taktis tersebut membutuhkan biaya Rp 9 miliar. Kegiatannya terdiri atas; pengadaan jaringan komunikasi sandi kejaksaan (JKSK) untuk Kejagung dan kejati seluruh Indonesia, pengadaan kendaraan pengamatan bergerak (mobile surveilance), dan update peralatan intersep taktis.
Wisnu mengungkapkan, peralatan sadap yang dimiliki kejaksaan tersebut masih memiliki kelemahan. Misalnya, kekuatannya hanya beradius satu kilometer dari objek yang disadap. "Jadi, harus mengikuti sasaran," jelasnya. (fal/kim)
Sumber: Jawa Pos, 12 Mei 2009