Dana Kampanye Diaudit Sesuai Undang-undang
"Akuntan mengaudit berdasarkan ketentuan undang-undang.”
Ketua Dewan Pengurus Pusat Ikatan Akuntan Indonesia Ahmadi Hadibroto mengatakan para akuntan tak mempersoalkan cara penghitungan sumbangan kampanye, apakah bersifat per transaksi atau akumulatif.
“Kesulitan mengaudit dana kampanye bukan di situ,” kata Ahmadi saat dihubungi semalam.
Ia menjelaskan, dengan metode penghitungan baru, yakni per transaksi, yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum, para akuntan masih akan tetap kesulitan mengaudit sumbangan kampanye partai. "Akuntan mengaudit berdasarkan ketentuan undang-undang,” kata Ahmadi. “Kalau rumusan baru KPU bertentangan dengan undang-undang, kami tidak bisa (mengaudit)."
Seperti diberitakan sebelumnya, penyumbang dana kampanye bisa menyumbang lebih dari Rp 1 miliar atau Rp 5 miliar ke peserta Pemilihan Umum 2009. Kesempatan itu terbuka setelah KPU mengeluarkan surat edaran yang menerjemahkan batasan itu berlaku untuk tiap transaksi.
Padahal Undang-Undang Pemilihan Umum dan Peraturan Komisi menyebutkan sumbangan ke partai dari perorangan tak boleh melebihi Rp 1 miliar, dan dari perusahaan maksimal Rp 5 miliar. Batas itu dihitung secara akumulasi.
Komisi Pemilihan menyatakan keyakinan mereka bahwa audit laporan dana kampanye berdasarkan sistem transaksi itu lebih mudah dibandingkan dengan sistem akumulasi.
Menurut Ahmadi, pekerjaan mengaudit dengan batas akumulasi itu tak sulit dilakukan. Syaratnya, kata dia, regulasinya harus jelas dan tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.
Ia mengakui, ada keterbatasan jumlah akuntan publik yang cuma sekitar 800 orang dibandingkan dengan materi yang memerlukan audit. Bahkan ada beberapa daerah yang sama sekali tak memiliki akuntan publik.
Meski berat, Ahmadi berpendapat dengan jumlah itu sebenarnya audit masih bisa dilakukan. Masalahnya, yang bersedia mengaudit sangat sedikit. “Karena banyak unit yang harus diaudit, tapi imbalan yang diterima kecil." EKO NOPIANSYAH
Sumber: Koran Tempo, 3 April 2009