Dana Kampanye; Pengawas Pemilu Dinilai Tak Punya Nyali
Badan Pengawas Pemilu dinilai tak punya nyali atau tak berani mengusut laporan dana kampanye pasangan calon presiden dan calon wakil presiden peserta Pemilu 2009. Soal keterlambatan penyerahan laporan dana kampanye dari Komisi Pemilihan Umum telah mengakibatkan pengusutan kasus itu menjadi kedaluwarsa, hal itu dinilai sebagai alasan yang mengada-ada.
Koordinator Divisi Politik Indonesia Corruption Watch Ibrahim Zuhdhi Fahmy Badoh dan Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia Teten Masduki, secara terpisah, menyampaikan penilaian itu, Selasa (4/8) di Jakarta.
Fahmy mengatakan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kehilangan orientasi dan melemahkan dirinya di hadapan publik. ”Kalau kemarin Bawaslu mengatakan tidak bisa mengakses laporan dana kampanye dari KPU (Komisi Pemilihan Umum), sekarang setelah menerima, ternyata mereka juga tak mau menindaklanjuti. Jadi, Bawaslu sebenarnya memudarkan harapan publik. Jadi, pertanyaan sekarang, apakah Bawaslu masih layak dipertahankan. Apalagi, jika kita perhatikan semua tindak pidana yang dilaporkan ke Bawaslu tidak ditindaklanjuti,” kata Fahmy lagi.
Dia menilai, alasan yang diungkapkan Bawaslu merupakan sebuah penyesatan hukum saja. ”Itu alasan mengada-ada. Saya khawatir sebenarnya di balik semua ini ada tekanan kepada Bawaslu untuk tidak menindaklanjuti,” kata Fahmy.
Seperti diberitakan, Bawaslu tak bisa menindaklanjuti laporan adanya dana asing yang diterima calon presiden-calon wapres karena laporan dari KPU yang diterima Bawaslu kedaluwarsa (Kompas, 4/8).
Teten mengatakan, alasan Bawaslu merupakan dalih saja. ”Saya menilai, Bawaslu tak punya nyali untuk menindaklanjuti laporan dana kampanye itu. Sebab, kalau dari akses bukti hukum sudah jelas kok,” ujarnya.
Menurut Teten, Bawaslu dan KPU seharusnya menyadari, penegakan aturan dana kampanye tidak sebatas untuk kepentingan kualitas hasil pemilu, tetapi juga ketidakberanian mereka menindaklanjuti pelanggaran dana kampanye berakibat fatal bagi kualitas demokrasi Indonesia di masa depan. Apalagi, Pemilu 2009 diwarnai korupsi administrasi. (vin)
Sumber: Kompas, 5 Agustus 2009
----------------------------
Akuntan Publik Dapat Tentukan Sampel Audit
Kantor akuntan publik memiliki wewenang menentukan sampel transaksi sumbangan dana kampanye pemilu presiden dan wakil presiden yang akan diaudit berdasarkan penilaian profesionalnya. Rekomendasi Badan Pengawas Pemilu untuk mengaudit sejumlah penyumbang bermasalah dapat diakomodasi atau tidak diakomodasi oleh akuntan publik.
Hal itu diungkapkan Sekretaris Institut Akuntan Publik Indonesia Tarkosunaryo di Jakarta, Selasa (4/8). Dalam proses audit, dari ratusan transaksi sumbangan tiap dana kampanye pasangan calon presiden-calon wapres, kantor akuntan publik (KAP) akan mengambil 30 transaksi untuk dijadikan sampel audit.
Ke-30 sampel transaksi sumbangan itu akan diperiksa kelengkapan identitas penyumbangnya, mulai dari kartu tanda penduduk (KTP), nomor pokok wajib pajak, hingga akta notaris bagi penyumbang badan hukum. Juga akan dideteksi jenis sumbangannya, apakah ada penyumbang yang dilarang sesuai dengan Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pemilu Presiden dan Wapres.
Setelah diklarifikasi melalui telepon, sebanyak sembilan penyumbang di antaranya akan didatangi untuk diklarifikasi secara langsung. Seluruh proses audit dilakukan dalam waktu 45 hari sejak 25 Juli.
”Klarifikasi ini hanya bisa dilakukan terhadap penyumbang yang namanya tercantum dalam laporan dana kampanye yang diserahkan tim kampanye kepada Komisi Pemilihan Umum pada 18 Juli lalu,” katanya.
Proses audit dana kampanye dilakukan berdasarkan prosedur yang disepakati antara KPU dan KAP sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 55 Tahun 2009. Jumlah sampel 30 transaksi yang diperiksa KAP merupakan prosedur minimum. Jumlah sampel audit dapat ditambah jika ada permintaan KPU ke KAP. Sebab, yang berwenang menentukan lingkup dan cakupan audit adalah KPU.
Senin lalu Bawaslu menyurati KAP yang mengaudit dana kampanye pemilu presiden-wapres untuk memasukkan transaksi yang mencurigakan sebagai sampel audit. Transaksi sumbangan yang dicurigai misalnya tak menyertakan identitas secara lengkap atau ada kelompok penyumbang dengan total sumbangan tertentu, tetapi tidak dirinci. Modus ini bisa digunakan seseorang untuk menyumbang melebihi batas maksimal sumbangan yang diperbolehkan.
Menurut Tarko, rekomendasi Bawaslu dapat saja diakomodasi KAP karena pengambilan sampel audit merupakan tanggung jawab KAP sepenuhnya. Namun, KAP bisa juga menolak mengakomodasi rekomendasi Bawaslu. ”Walaupun hanya 30 transaksi yang dijadikan sampel, KAP harus bisa mempertanggungjawabkan metode pengambilan sampelnya,” lanjut Tarko.
Direktur Indonesia Budget Center Arif Nur Alam mengatakan, dengan hanya 30 transaksi yang dijadikan sampel, jumlah itu belum mewakili dan validitas hasil auditnya dipertanyakan. Terlebih lagi, penyebaran penyumbang dana kampanye pemilu presiden-wapres tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional yang diduga ilegal berbeda di setiap daerah.
Secara terpisah, anggota KPU, Abdul Aziz, mengatakan, KPU masih menunggu hasil audit KAP. KPU menyerahkan laporan dana kampanye kepada KAP pada 25 Juli 2009 dan KAP mengauditnya selama 45 hari sejak laporan diterima.
”Sebaiknya tunggu hasil audit KAP. Kami harus mempertimbangkan pandangan auditor karena mereka yang punya kemampuan,” katanya. (mzw/sie)
Sumber: Kompas, 5 Agustus 2009
--------------
Anggaran Pemilu Perlu Diaudit Investigatif
by : Arjuna Al Ichsan
BPK menemukan indikasi pemborosan dan penyimpangan keuangan negara.
Indonesia Budget Center (IBC) menilai manajemen Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam mengelola anggaran masih buruk. Manajemen keuangan KPU juga rentan menimbulkan dugaan pemborosan dan penyimpangan keuangan negara. Karena itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta melakukan audit investigatif atas penggunaan anggaran Pemilu 2009 oleh KPU.
"Sistem pengendali internal KPU baik yang dilakukan biro terkait maupun inspektorat belum berjalan efektif, kondisi ini tentu rentan terhadap timbulnya dugaan pemborosan dan penyimpangan keuangan Negara, untuk itu IBC meminta BPK segera melakukan audit investigatif," kata peneliti IBC Roy Salam di Jakarta, Selasa (4/8).
Roy mengatakan setidaknya ada dua catatan penting atas pengelolaan anggaran KPU pada 2007, yakni kelemahan sistem pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Hal inilah yang mengakibatkan BPK berkesimpulan tidak memberikan pendapat atas laporan keuangan KPU pada 2007 tersebut. Salah satu temuan BPK adalah penerimaan dan penggunaan dana hibah untuk operasional rutin sebesar Rp3,75 miliar dan penyelenggaraan pilkada minimal Rp 72,37 miliar tidak dibukukan dalam laporan realisasi anggaran.
Semester I 2008 (Juni 2008) BPK juga melakukan pemeriksaan atas tindak lanjut temuan-temuan pemeriksaan dalam beberapa tahun sebelumnya oleh KPU yang berpotensi tindak pidana atau menyebabkan kerugian Negara. Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan adanya 14 temuan senilai Rp 60,01 miliar yang belum dilaksanakan tindak lanjutnya oleh KPU.
"Pada 2007 BPK juga menemukan indikasi kerugian Negara dari berkurangnya sisa kertas pemilu 2004 sebanyak 57,31 ton atau senilai Rp 503,3 juta serta 60 unit kendaraan dinas roda empat dan roda dua senilai Rp5,17 miliar yang dikuasai mantan anggota dan pensiunan pejabat atau pegawai KPU yang belum dikembalikan ke KPU waktu itu," kata Roy.
Anggota BPK Baharuddin Aritonang mengatakan pihaknya bisa saja melakukan audit investigatif terhadap pengelolaan anggaran pemilu KPU. Namun, upaya itu baru dapat dilakukan setelah adanya hasil audit secara umum yang sudah berlangsung di KPU sejak Senin (3/8). Dia menyatakan pihaknya menemukan adanya dugaan pemborosan atau penyimpangan keuangan negara. Namun ketika ditanya lebih lanjut, BPK tidak mau berkomentar banyak.
"Kami lagi mengawasi laporan keuangannya, kalau laporan keuangan nanti ada hal yang perlu ditindaklanjuti, tidak menutup kemungkinan permintaan mereka itu (desakan IBC untuk audit investigatif)," katanya.
Sumber: Jurnal Nasional, 5 Agustus 2009