Dana kampanye; Penyumbang Wajib Cantumkan NPWP
Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan meminta Komisi Pemilihan Umum mencantumkan kewajiban penyertaan Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP bagi para penyumbang dana kampanye di atas Rp 20 juta.
Bagi wajib pajak pribadi, jumlah itu sudah di atas batas Penghasilan Tidak Kena Pajak yang mulai tahun 2009 ditentukan sebesar Rp 15,84 juta setahun.
Usulan tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pajak Depkeu Darmin Nasution dalam suratnya, Nomor S-418/PJ/2008, kepada Ketua KPU tertanggal 26 November 2008. Permintaan itu disampaikan karena KPU saat ini sedang menyusun Rancangan Peraturan KPU tentang Pedoman Pencatatan dan Pelaporan Dana Kampanye.
Pencantuman NPWP itu untuk mempermudah Dirjen Pajak dalam mengawasi administrasi perpajakan dan menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak. Pencantuman NPWP juga untuk menunjang keterbukaan dalam pelaksanaan demokrasi dan mencegah penyalahgunaan donasi dana pemilu untuk keperluan ilegal, seperti pencucian uang.
Untuk itu, KPU diharapkan mengirimkan daftar para donatur dana kampanye beserta NPWP masing-masing donatur ke Dirjen Pajak setiap bulannya hingga batas akhir pemberian donasi.
Secara terpisah, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Ibrahim Zuhdi Fahmy Badoh di Jakarta, Kamis, mengatakan, KPU seharusnya menerima permintaan Dirjen Pajak. Jika tidak mengakomodasinya, KPU dapat dituduh melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Jika tidak melaksanakan ketentuan itu, KPU dapat dicap sebagai lembaga yang tidak mendukung program pemerintah untuk menghimpun pajak dari masyarakat. (MZW)
Sumber: Kompas, 28 November 2008
-----------------------------
Penyumbang di Atas Rp 20 Juta Lampirkan NPWP
"Apabila (KPU) tak melaksanakan berarti tak mendukung administrasi perpajakan."
Direktorat Jenderal Pajak meminta Komisi Pemilihan Umum mewajibkan penyumbang dana kampanye di atas Rp 20 juta melampirkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Berdasarkan surat resmi Direktur Jenderal Pajak pada 26 November ke Komisi, permintaan tersebut disesuaikan dengan aturan batas minimal penghasilan perorangan yang dikenai pajak, yakni Rp 15,84 juta per tahun.
"Sesuai dengan ketentuan penghasilan tidak kena pajak yang berlaku mulai 2009," kata Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution dalam suratnya. Direktorat selanjutnya meminta Komisi melaporkan daftar donatur kampanye per bulan sesuai dengan ketentuan Pasal 35 A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Ketentuan Umum Pajak.
Sesuai dengan ketentuan ini, Direktorat Jenderal Pajak berhak meminta keterangan atau bukti dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa. Atas permintaan Direktur Jenderal Pajak, pihak ketiga harus memberikan keterangan atau bukti yang diminta.
Dua hari lalu Darmin mengatakan sudah menyampaikan permintaan resmi secara tertulis. "Hanya yang menentukan bukan kami," katanya seusai rapat dengan Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Permintaan ini terkait dengan aturan pelaporan dana kampanye yang tengah disusun Komisi Pemilihan Umum. Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengatakan akan mengubah draf aturan pelaporan dana kampanye apabila menerima surat permintaan resmi dari Direktorat Jenderal Pajak.
Pencantuman NPWP ditanggapi beragam. Sejumlah politikus di DPR menolak usulan karena tak diatur dalam Undang-Undang Pemilihan Umum. Mereka juga menganggap ketentuan ini menyulitkan penyumbang dan proses audit.
Menurut Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum DPR Ferry Mursyidan Baldan, kewajiban melampirkan NPWP melanggar Undang-Undang Pemilihan Umum. Panitia Khusus DPR tak memasukkan aturan tersebut karena pemilik NPWP masih sedikit. “Apa Dirjen Pajak menjamin semua penyumbang punya NPWP?”
Politikus dan kalangan yang mendukung menilai syarat ini menunjang transparansi pendanaan partai. Ketua DPR Agung Laksono mengatakan mendukung rencana pencantuman NPWP. “Kalau mau menyumbang mestinya sudah bayar pajak, dong,” kata dia (Koran Tempo, 26 November).
Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Ibrahim Zuhdi Fahmi Badoh menilai Komisi harus mendukung Direktorat Jenderal Pajak. PUR | REH ATEMALEM S | DWI RIYANTO A
Sumber: Koran Tempo, 28 November 2008