Dana Parpol Harus Transparan; Partai yang Pembukuannya Tak Terbuka Akan Ditinggal Publik

Partai politik harus berlomba-lomba membuat laporan keuangan yang transparan kepada publik. Partai yang pembukuannya tidak terbuka akan semakin ditinggalkan masyarakat karena tak akan lagi dipercaya.

Pasal 13 Rancangan Undang- Undang Partai Politik yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah mewajibkan partai politik membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang, jumlah sumbangan yang diterima, serta terbuka kepada masyarakat.

Akan ada efek positif untuk partai yang pengelolaan keuangannya bagus, ucap Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform Hadar N Gumay, Kamis (13/12) di Jakarta.

Menurut Hadar, masyarakat akan berbondong-bondong memberi dukungan dana maupun suara dalam Pemilu 2009 karena mereka tidak lagi curiga dana itu akan disalahgunakan.

Partai yang pengelolaan keuangannya baik, lanjutnya, salah satu cirinya adalah diaudit secara berkala dan kemudian diumumkan ke publik.

Pengumuman itu bisa disampaikan melalui media massa nasional atau diumumkan di situs internet masing-masing partai. Untuk kepentingan penelitian, partai pun harus bersedia membuka pembukuan keuangannya.

Peneliti senior dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Bivitri Susanti, berpandangan senada. Dia menilai partai yang mau membuka laporan keuangannya ke publik membuktikan partai yang maju.

Partai-partai di negara maju pun, menurut Bivitri, menampilkan daftar penyumbangnya di dalam website-nya. Partai juga membuat laporan keuangan secara terbuka setiap tahun.

Dengan diumumkan terbuka, publik bisa mengontrol partai, paparnya.

Budaya memberi sumbangan secara diam-diam ke partai atas nama hamba Allah, menurut Bivitri, harus ditinggalkan.

Pasal 35 RUU Partai Politik menyebutkan, sumbangan perseorangan ke partai politik paling banyak Rp 1 miliar per tahun dan sumbangan dari perusahaan paling banyak Rp 4 miliar per tahun. Sumbangan ini didasarkan pada prinsip kejujuran, sukarela, keadilan, terbuka, tanggung jawab, serta kedaulatan dan kemandirian partai politik.

Masyarakat penentu
Mantan Ketua Panitia Kerja RUU Partai Politik Idrus Marham (Fraksi Partai Golkar), kemarin, menegaskan adanya perubahan paradigma dalam penyusunan ketentuan mengenai keuangan parpol. Dalam paradigma baru, masyarakatlah yang didorong menjadi penentu.

Dengan kata lain, harus ada kesadaran timbal balik. Di satu sisi, parpol menjanjikan diri transparan dalam pelaporan. Sebaliknya, masyarakat pun akan aktif mengawasi.

Ketentuan yang terlalu restriktif seperti apa pun tidak akan memadai jika masyarakat tidak menghukum parpol yang melanggar prinsip tersebut.

Secara terpisah, pengajar Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), Andrinof A Chaniago, mengatakan, untuk mengatasi kelemahan sosiologis orang partai politik di Indonesia, yang pertama diperlukan adalah pengaturan pengeluaran parpol. Berikutnya barulah pengaturan pemasukan dana ke parpol.

Dengan karakter sosial-ekonomi parpol di Indonesia, kata Andrinof, sebetulnya pendirian badan usaha milik parpol dengan pengaturan tertentu menjadi relevan.

Dana sendiri
Persoalannya, lanjut Andrinof, hanya segelintir orang yang masuk ke parpol dengan kemampuan dan kemauan berkorban secara finansial.

Padahal, logis saja jika pemimpin, pengurus, atau anggota parpol berkorban dengan dana sendiri atau dari sumber lain di luar anggaran negara karena parpol adalah alat mereka untuk mencapai tujuan tertentu.

Uang negara yang dibantukan kepada parpol hanya layak untuk membantu kegiatan sekretariat parpol, bukan untuk membiayai berbagai keperluan parpol. (SUT/DIK)

Sumber: Kompas, 14 Desember 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan