Dana Program Pengadaan Makanan Tambahan Anak Sekolah Diduga Diselewengkan (10/6/04)
JAKARTA - Program Pengadaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT AS) dicanangkan pada 1997. Setelah sekian lama berjalan, rupanya tidak ada kontrol yang lebih jauh dalam penyelenggaraannya sehingga sangat rawan korupsi. Diduga Kepala Sekolah Dasar di Jakarta menyelewengkan dana program tersebut.
Dugaan ini muncul ketika Penerapan Potensi Kemasyarakatan, LSM di Jakarta, menjalankan program makanan tambahan dengan bahan makanan campuran (BMC), yakni campuran tepung tempe, beras, dan kacang hijau. Kandungan mayoritasnya adalah unsur tempe.
Menurut Sekretaris Jenderal PPK Ratim Kartamijaya, program pengadaan makanan tambahan dengan tepung BMC sudah menjadi program pemerintah. Dengan demikian, sekolah yang ada di DKI Jakarta dan Kepulauan Seribu menggunakan BMC. Pasalnya, tepung hasil kajian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Yogyakarta ini memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi daripada tepung terigu. Kami hanya membantu. Ini kan hasil dari LIPI, kata Ratim.
Program ini baru terlaksana pada April lalu, sedangkan program PMT AS telah berjalan sejak 1997. Dalam pelaksanaannya, pihak sekolah melibatkan PKK setempat. Pendeknya, PKK sebagai pelaksana membuat makanan berbahan BMC ini.
Dananya diberikan pemerintah daerah kepada sekolah untuk melaksanakan program tersebut. Ternyata aliran dana itu ditransfer kepada setiap kepala sekolah di masing masing sekolah yang ikut program PMT AS. Pihak PPK sebagai penyalurnya akan menerima bayaran dari PKK. Jadi, teknisnya, sekolah itu memberikan dana buat PKK untuk setiap kali kegiatan, ujarnya.
Besarnya anggaran yang diberikan pemda dihitung berdasarkan jumlah murid yang disertakan dalam program PMT AS. Untuk setiap anak disiapkan dana Rp 1.100. Hanya saja selama ini memang tidak terpantau apakah benar sebesar itu yang tersalurkan kepada siswa. Pasalnya, dari pantauan PPK, masih banyak sekolah yang melaksanakan program PMT AS tidak sesuai dengan standar. Dari sini ada dugaan dana yang digunakan per siswa lebih kecil dari anggarannya. Kami melihat pihak sekolah ini membeli makanan di beberapa tempat dan diberikan kepada anak SD, katanya.
Padahal, makanan itu seringkali tidak memenuhi standar gizi program PMT AS. Dalam aturan Inpres Nomor 1 Tahun 1997, kandungan gizi bagi anak SD adalah: mineral 300 kalori dan protein 5 gram. Jika dibelikan di jalanan, kandungan itu di bawah standar yang ditentukan. Mereka paling menggunakan Rp 300-400 untuk setiap siswa.
Lalu, sisanya lari ke mana? Padahal, total siswa SD yang disertakan dalam program PMT AS se-DKI dan Kepulauan Seribu tidak kurang dari 90 ribu siswa.
Ketua II LSM PPK Harmaini Limra mengatakan, dugaan adanya masalah itu pada pelaksanaannya. Artinya, terjadi di tingkat sekolah, khususnya para kepala sekolah yang menerima transfer dana dari Badan Pemberdayaan Masyarakat Provinsi DKI Jakarta. Karena di tingkat atas telah ada berbagai kesepakatan untuk melaksanakan program ini dengan benar. Bahkan dari pihak PKK sendiri sudah ada semacam nota kesepahaman yang ditandatangani Rini Sutiyoso selaku Ketua PKK Provinsi DKI Jakarta. Kami juga sudah mendapatkan rekomendasi dari DPRD Komisi E DKI Jakarta, Harmaini menandaskan.
Dikatakannya, satu kilogram tepung BMC ini seharga Rp 13 ribu. Jika diperinci, untuk pemakaian tepung ini tiap anak menghabiskan Rp 260. Sisanya, Rp 1.100 dikurangi Rp 260 itu untuk bahan tambahan kudapan. Bahan tambahan itu bisa berupa gula, garam, telur, mentega, dan lainnya. Jadi, dari hitungan itu kan malah sangat murah penggunaan tepung BMC ini, ujarnya.
Total sekolah di DKI dan Kepulauan Seribu yang ikut dalam PMT AS ini 447 SD, negeri maupun swasta. Menurut Harmaini, dengan program BMC ini kegiatan PMT AS menjadi terpantau. Sebab, setiap tiga bulan sekali dilakukan evaluasi terhadap kualitas gizi anak SD. Jika dalam tiga bulan itu tidak ada kenaikan, kami sepakat mengundurkan diri.
(andidewanto)
sumber: Tempo