Dana Sosialisasi UUD 1945 Dipersoalkan
Pertanggungjawaban keuangan hanya kepada BPK.
Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia mempersoalkan pertanggungjawaban dana sosialisasi amendemen UUD 1945. Forum ini meminta Majelis Permusyawaratan Rakyat mengumumkan penggunaan uang negara itu kepada publik. Masalah itu tak pernah disentuh oleh siapa pun, kata sekretaris jenderal forum itu, Sebastian Salang, di Jakarta kemarin.
Ia menjelaskan masyarakat hanya menyoroti uang negara yang dipakai oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Tapi belum pernah ada yang menyoroti penggunaan dana oleh MPR. Bahkan anggota parlemen tak pernah mempertanggungjawabkannya kepada publik.
Yang menjadi persoalan, audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan tak menyentuh penggunaan dana negara oleh anggota tiga lembaga tadi. Yang diaudit hanya sekretariat jenderalnya, ujar Sebastian.
MPR, yang berisi gabungan anggota DPR dan DPD, periode 2004-2009 memiliki program sosialisasi amendemen konstitusi. Kegiatannya antara lain melakukan sosialisasi ke daerah, yakni provinsi dan kabupaten, serta mencetak buku konstitusi hasil amendemen pertama hingga keempat. Mahkamah Konstitusi pun memiliki program serupa.
Ketua MPR Hidayat Nurwahid menampik tuduhan bahwa lembaganya tak transparan tentang penggunaan dana pemasyarakatan konstitusi hasil amendemen. Ia beralasan, BPK yang mengaudit dana tadi tak pernah mengeluh tentang laporan keuangan Sekretariat Jenderal MPR, yang mengelola dana sosialisasi. Sampai sekarang, BPK tak pernah mempersoalkannya, ucapnya ketika dihubungi.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini menyatakan menghormati tuntutan dari masyarakat soal transparansi penggunaan uang negara. Namun, sesuai dengan aturan kerja MPR, yang ditentukan dengan undang-undang, dana negara yang dipakai hanya wajib diaudit oleh BPK. Kami kan bekerja sesuai dengan undang-undang.
Sosialisasi hasil amendemen, ia melanjutkan, dimandatkan dalam Pasal 8 huruf d Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Sosialisasi menjadi penting karena tak semua orang tahu kalau Undang-Undang Dasar 1945 sudah diamendemen, ujarnya.
Wakil Ketua Tim Sosialisasi Putusan MPR Lukman Hakim Saifuddin pun menyatakan kegiatan sosialisasi dilakukan secara transparan. Tim yang beranggotakan 70 orang sudah melakukan sosialisasi ke 33 provinsi dan sekitar 140 kabupaten dan kota. Politikus Partai Persatuan Pembangunan ini mengaku menerima uang saku Rp 2 juta dan tiket pesawat pergi-pulang tiap kegiatan. Sekali ke daerah, tim perlu waktu dua sampai tiga hari. Program ini sampai 2008, tuturnya. Raden Rachmadi
Sumber: Koran Tempo, 6 September 2006