Dana Taktis Berujung Vonis
Istilah dana taktis makin populer ketika kasus korupsi pengadaan logistik Pemilu 2004 mencuat dari Komisi Pemilihan Umum. Dana dari perusahaan rekanan KPU inilah yang banyak dimanfaatkan anggota KPU untuk berbagai keperluan. Catatan harian Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin seperti pembuka tabir ke mana dana taktis mengalir dan siapa yang menikmatinya.
Mulyana W. Kusumah
Mulyana W. Kusumah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi di Hotel Ibis, Jakarta, 8 April 2005, saat berusaha menyuap auditor Badan Pemeriksa Keuangan, Khairiansyah Salman, sebesar Rp 300 juta. Penangkapan Mulyana menjadi titik awal pengungkapan korupsi pengadaan bahan logistik Pemilu 2004 yang melibatkan anggota dan pegawai Komisi Pemilihan Umum.
Pengadilan tindak pidana korupsi menjatuhkan vonis 2 tahun 7 bulan penjara kepada Mulyana. Majelis hakim juga mewajibkan pembayaran denda Rp 50 juta. Semula Mulyana meminta banding, tapi akhirnya permohonannya dicabut pada 30 September 2005. Dia khawatir hukuman di tingkat banding lebih berat.
Nazaruddin Sjamsuddin
Majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi menjatuhkan vonis 7 tahun penjara kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum Nazaruddin Sjamsuddin pada 14 Desember 2005. Selain dihukum penjara, Nazaruddin didenda Rp 300 juta dan wajib membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 5,3 miliar.
Nazaruddin terjerat kasus pengadaan polis asuransi dari PT Asuransi Umum Bumi Putera Muda. Kerja sama pengadaan asuransi ditandatangani Ketua KPU pada 25 Januari 2004 meskipun KPU belum membentuk panitia pengadaan. Akibatnya, negara dirugikan Rp 14,8 miliar.
Hamdani Amin
Buku catatan harian Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin membuat jeri anggota dan karyawan KPU yang lain. Hamdani menulis aliran uang dari perusahaan rekanan, para penerima uang, dan jumlah uang yang mereka terima. Pengadilan tindak pidana korupsi menjatuhkan vonis 4 tahun penjara pada 2 Desember 2005 karena pengadaan polis asuransi sebesar Rp 14,8 miliar.
Hamdani juga dijerat hukuman karena menerima hadiah dari PT Astra sebagai rekanan penyedia kendaraan operasional sebesar Rp 2,3 miliar. Dari PT Suresh sebagai rekanan pengadaan tinta Pemilu 204, Hamdani menerima uang US$ 57.900, sedangkan dari PT Surabaya Agung, rekanan pengadaan surat suara pemilu presiden II, dia menerima US$ 150 ribu.
Sumber: Koran Tempo, 27 Desember 2005