dana Tommy Soeharto; Yusril dan Hamid Harus Ganti Uang
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin dan mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra harus mengganti uang yang dicairkan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Karena, uang yang masuk ke rekening pemerintah adalah uang negara yang harus dipertanggungjawabkan.
Penilaian itu disampaikan guru besar hukum keuangan negara Arifin P Soeria Atmadja dan guru besar tata kelola pemerintahan Ahmad Syahroja, keduanya dari Universitas Indonesia (UI) Jakarta, pada diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta, Kamis (12/4).
Menurut Arifin, kasus dana yang diduga milik Tommy Soeharto yang dilewatkan rekening Departemen Hukum dan HAM adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pelanggaran itu antara lain karena membuka rekening tanpa seizin Menteri Keuangan, menggunakan keuangan negara untuk kepentingan privat, dan mengeluarkan uang tak melalui APBN.
Arifin mengutip Pasal 35 UU No 17/2003 yang menyebut, setiap pejabat negara dan pegawai negeri yang bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, baik langsung atau tidak langsung, sehingga merugikan keuangan negara wajib mengganti kerugian itu.
Ahmad menambahkan, kesalahan terletak pada pejabat negara yang bersedia terlibat dalam pencairan uang Tommy Soeharto, bukan pada swasta. Sanksinya, harus mengganti uang itu, katanya. Dana itu senilai 10 juta dollar Amerika Serikat.
Sebelumnya, guru besar hukum internasional dari Universitas Padjadjaran Bandung, Romli Atmasasmita, dan guru besar hukum pencucian uang dari Universitas Trisakti Jakarta, Yenti Ganarsih, mengatakan, tiga pejabat yang terkait pencairan uang Tommy Soeharto melanggar UU No 25/2003 tentang Pencucian Uang. Ketiga pejabat itu adalah Hamid, Yusril, serta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein.
Pada Sabtu lalu, Yusril membantah melanggar UU karena ia tak membuka rekening untuk pencairan uang Tommy Soeharto. Ia juga membantah jika rekening itu dibuka oleh firma hukumnya, Ihza&Ihza. Rekening itu dibuka Hamid untuk menampung pencairan uang yang diduga milik Tommy Soeharto di Bangque Nationale de Paris and Paribas (BNP Paribas) cabang London, Inggris.
Arifin pun mengingatkan, Presiden selaku penguasa keuangan negara harus bertindak tegas. Pelanggaran ini bisa menjadi preseden yang menyebabkan kekacauan keuangan negara karena tidak ada tertib anggaran. Pembukaan dan penutupan rekening pemerintah dilakukan tanpa seizin Menkeu.
Ahmad menyoroti BNI Cabang Tebet yang membiarkan Hamid membuka dan menutup rekening tanpa izin Menkeu. Kalau ia tahu tetapi tidak lapor, ya juga salah, katanya. (VIN)
Sumber: Kompas, 13 April 2007