Deadline Kasasi Kasus Agusrin Tinggal 3 Hari
- MA Diminta Tunjuk Hakim Agung: Artidjo Alkostar -
Pernyataan Pers
Vonis bebas yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terhadap dugaan korupsi dana bagi hasil PBB dan BPHTB sebesar lebih dari 21 M, yang diduga dilakukan oleh Gubernur Bengkulu non aktif, Agusrin Najamudin, sangat melukai rasa keadilan. Hakim Syarifuddin yang menjatuhkan vonis bebas, dinilai mengabaikan sejumlah fakta hukum di persidangan.
Ada begitu banyak keganjilan dalam Putusan tersebut. Sebelumnya Indonesia Corruption Watch (ICW) sudah menyampaikan 12 point kejanggalan vonis bebas tersebut. Akan tetapi, semakin mengagetkan karena setelah Putusan dibaca secara rinci, begitu banyak fakta-fakta hukum dan kesalahan terdakwa yang diduga “disembunyikan”. Bahkan juga telah terjadi pengabaian keterangan dan bukti kunci dalam kasus tersebut.
Misalkan saja, petimbangan hakim dalam Putusannya yang menyebutkan bahwa “tidak ada satu saksi pun yang diajukan JPU dapat menunjukkan peran atau turut sertanya terdakwa dalam melakukan tindak pidana korupsi, terkecuali Chairuddin. Namun kesaksian Chairuddin tersebut tidak dapat dijadikan alat bukti yang sempurna” (hal 124, Putusan No. 2113/Pid.B/2010/PN.JKT.PST)
Pertimbangan Hakim tersebut dinilai mengabaikan kesaksian Hermal Syahrial (Kasubag keuangan Dispenda) yang menyebutkan bahwa saksi sendiri yang mengantarkan konsep surat untuk ditandatangani oleh Agusrin Najamudin sebanyak 5 lembar. Bahkan untuk meyakinkan majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum (JPU) sesungguhnya sudah memperlihatkan surat asli tersebut. namun lagi-lagi keanehan yang terjadi, Hakim seolah menganggap bukti otentik tersebut hanya ibarat angin lalu saja, dan tidak memasukkan sebagai pertimbangan. Padahal bukti surat asli ini merupakan salah satu bukti kunci yang bisa menjerat terdakwa.
Berangkat dari sejumlah kejanggalan, dan vonis yang menurut kami sangat melukai rasa keadilan, tentu saja Jaksa Penuntut Umum harus melakukan Kasasi “Demi Kepentingan Hukum” ke Mahkamah Agung. Perlu dicatat, bahwa JPU hanya punya waktu sisa sebanyak 3 hari untuk mengajukan memori kasasi, terhitung sejak Putusan dibacakan (24 Mei 2011). Kita apresiasi sikap Kejaksaan yang sudah menyatakan akan mengajukan Kasasi, akan tetapi tentu kejaksaan harus bekerja lebih keras mengingat sebelumnya penyampaian putusan dari PN Jakarta Pusat juga lambat.
Empat Rekomendasi
ICW dan Koalisi merekomendasikan beberapa poin krusial yang harus dimasukan dan diperkuat dalam memori kasasi kasus ini, yaitu:
Menguatkan point perihal dugaan kerugian negara versi perhitungan BPK No. 65/S/I-XV/07/2007 tertanggal 30 Juli 2007 sebesar lebih dari Rp. 20 Miliar.
Menguatkan pembuktian adanya penyimpangan saat membuka rekening di luar kas umum daerah. Padahal, apa yang dilakukan tersebut secara terang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku (UU Perbendaharaan Negara, UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, UU Keuangan Negara, dan ketentuan lainnya. Terlebih lagi penggunaan di luar kas umum daerah sebesar lebih dari Rp. 20 M tersebut, tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
Menegaskan adanya pengabaian fakta-fakta hukum yang dilakukan oleh hakim tingkat pertama (judex factie), yaitu: Keterangan saksi-saksi, bukti surat yang asli ditandatangani terdakwa, hingga bukti petunjuk.
Memperkuat pembuktian adanya dugaan permufakatan jahat terdakwa untuk mengembalikan dana PBB dan BPHTP yang terlanjut digunakan, dengan cara membuat rekayasa pencairan dana PT BM atas penyertaan modal ke PT BBN dan PT SBM. Padahal uang tersebut digunakan untuk menutupi dana PBB dan BPHTP yang telah digunakan.
Menguji MA
Vonis bebas terhadap Agusrin tersebut menguji komitmen Mahkaman Agung (MA) untuk menegakkan keadilan dan mendukung upaya pemberantasan korupsi dengan cara memberikan hukuman seberat-beratnya pada pelaku korupsi. Karena korupsi merupakan perbuatan hina dan benar-benar menyengsarakan rakyat. Khusus untuk kasus dugaan korupsi Dana Bagi Hasil di Bengkulu, hal ini benar-benar menyengsarakan publik. Karena dana yang dikorupsi diduga senilai lebih dari 20 M, sedangkan PAD Provinsi yang bersangkutan pada tahun 2006 hanyalah sebesar 90 M saja.
Hakim Agung pada tingkat kasasi (Judex Juris), diharapkan dapat mengkoreksi pertimbangan dan fakta-fakta hukum yang seolah diabaikan oleh hakim tingkat pertama (judex factie). Hal ini ditujukan semata-mata untuk memperoleh sebuah putusan yang berpihak pada rasa keadilan. Hal ini tentunya juga akan bermuara pada upaya untuk memperbaiki citra MA dari virus mafia peradilan.
Secara kewenangan, ketua MA dituntut untuk menunjuk Hakim Agung yang progresif dan memiliki rekam jejak baik dalam menangani kasus-kasus korupsi. Hal ini dilakukan, sebagai upaya untuk menghindari hakim yang “masuk angin” ketika dihadapkan pada kasus-kasus besar yang sarat dengan tarik menarik kepentingan. Dalam pandangan kami, salah satu Hakim Agung yang masih dipercaya menangani kasus korupsi sampai hari ini adalah: Artidjo Alkostar.
Pengawasan Oleh KY
Untuk menekan praktek mafia peradilan, peran Komisi Yudisial (KY) tentunya tidak bisa dipisahkan dari fungsi pengawasan terhadap kode etik dan perilaku hakim. KY dituntut juga memberikan perhatian serius terhadap perkara yang menjerat Gubernur Bengkulu. Apalagi sejak kasus tertangkap tangannya Hakim “S” dalam dugaan suap PT SCI, dugaan akan terjadinya praktek mafia peradilan dalam kasus-kasus korupsi yang pernah ia tangani juga semakin menguat.
Pada titik ini, KY diharapkan dapat bersinergi dengan KPK dalam hal membongarkan dugaan praktek mafia peradilan tersebut. Selain itu, KY juga diharapkan dapat memberikan pengawasan atas jalannya pemeriksaan di tingkat Kasasi. Sehingga para hakim dapat bertindak sesuai dengan koridor hukum dan kode etik yang berlaku.
Berdasarkan uraian tersebut maka kami meminta:
- Kejaksaan Agung harus ekstra cepat dan ekstra ketat dalam menyusun dan mengajukan memori kasasi vonis bebas Agusrin ke MA. Kejaksaan harus menyakinkan Hakim Agung bahwa pertimbangan hakim atas vonis bebas ditingkat pertama (PN Jakarta Pusat) adalah keliru karena bertentangan dengan fakta hukum.
- MA diharapkan dapat membatalkan putusan bebas PN Jakarta Pusat dan menunjuk hakim progresif dalam memeriksa perkara tersebut sehingga keadilan susbtansial dapat dicapai.
- KY harus memberikan perhatian lebih dalam kasus ini. Sehingga potensi terjadinya praktek mafia peradilan dapat ditekan.
- Menteri Dalam Negeri untuk tidak mengangkat kembali Agusrin Najamaddin sebagai Gubernur Bengkulu sebelum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht)
Jakarta, 12 Juni 2011
Indonesia Corruption Watch - Aliansi Berantas Korupsi (ASBAK) - PKBHB
Lampiran
Fakta-Fakta persidangan yang diabaikan
Dalam Putusan No. 2113/Pid.B/2010/PN.JKT.PST
1 |
Pengabaian Surat Asli pembukaan rekening di luar Kas Umum daerah. |
2 |
Pengabaian Keterangan Saksi
|
3 |
Pengabaian keterangan bahwa terdakwa menerima uang RP 7 M
|
4 |
Bukti foto |
5 |
Pengabaian temuan BPK |
6 |
Adanya upaya bersama untuk menutup temuan BPK/BPKP tersebut |
7 |
Pengabaian Keterangan Ahli |