Definisi 'Tebang Pilih' Koruptor
Memberantas korupsi di Indonesia ibarat masuk ke hutan yang gelap dengan ribuan ranjau.
Memberantas korupsi di Indonesia ibarat masuk ke hutan yang gelap dengan ribuan ranjau. Jika kita hanya berusaha menebas apa saja yang ada di depan kita, ada kemungkinan salah satu ranjau akan mematahkan kaki kita. Namun, jika kita sibuk menghindar dari ranjau, tak akan ada pohon yang ditebang karena energi kita terfokus memikirkan keselamatan sendiri. Dua pilihan yang sama-sama sulit dan paradoksal.
Karena itu, yang dibutuhkan adalah political will dengan skenario jangka panjang yang jelas, sistem kontrol, dan ketekunan. Jika hanya bermodal nyali, tak akan banyak hasilnya. Mengapa? Menghadapi koruptor kakap tidak sesederhana membekuk maling ayam atau copet di terminal. Mereka memiliki power melalui uang dan jaringan. Dua faktor ini dapat melumpuhkan siapa pun, termasuk aparat di negeri yang korup. Karena itu, memilih kasus untuk dijadikan prioritas merupakan pilihan yang tepat. Ukuran untuk menentukan kasus mana yang layak diprioritaskan dan mana yang tidak bergantung pada seberapa besar dampaknya terhadap kepentingan umum. Semakin besar uang negara yang dikorup, semakin menjadi prioritas.
Menggunakan logika di atas, apa yang dilakukan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla selama setahun lebih pemerintahannya cukup baik. Guna mendorong pemberantasan korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Tim Koordinasi Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) melakukan pembersihan pada birokrasi dan lembaga politik yang menjadi struktur bangunan pemerintah. Hasilnya, sebagaimana laporan akhir tahun Indonesia Corruption Watch berdasarkan aduan masyarakat, sebanyak 258 kasus korupsi terjadi pada 2005. Dari jumlah tersebut, korupsi yang dilakukan oleh politikus DPR/DPRD sebanyak 19 kasus. Sedangkan korupsi oleh pejabat pemerintah daerah 64 kasus, kepala daerah 50 kasus, dan pejabat BUMN/BUMD 44 kasus. Dari semua kasus yang melibatkan politikus dan birokrasi, tak kurang dari 63 kasus sudah dan sedang ditangani pengadilan. Ini merupakan pemberantasan korupsi babak pertama oleh Yudhoyono-Kalla.
Setelah membongkar korupsi di birokrasi dan pemerintahan, kini babak kedua pemberantasan korupsi diwarnai dengan penangkapan koruptor kakap, seperti dalam kasus Bank Mandiri, BNI, dan BLBI. Diharapkan, jika kasus-kasus ini dapat dituntaskan, itu akan membantu menyehatkan keuangan negara. Di samping itu, langkah strategis pemerintah ini akan mengembalikan kepercayaan rakyat kepada hukum di negeri ini. Perihal masih banyaknya tuduhan bahwa pemerintah terkesan tebang pilih, harus diperjelas definisi tebang pilih tersebut. Siapa yang kena tebang? Siapa yang dipilih-pilih?
Kalau 147 kasus pada semester pertama 2005 dapat ditangani, lalu 63 pejabat yang sudah dan akan masuk penjara serta koruptor kakap di Dana Abadi Umat, Bank Mandiri, BNI, Jamsostek, dan BLBI akan menyusul, apakah mereka semua dipilih-pilih? Lalu koruptor mana yang dianggap dilindungi pemerintah? Jangan-jangan ini hanya manuver politik untuk mengerem mesin KPK dan Timtas Tipikor yang sedang panas-panasnya. Dikhawatirkan laju mesin antikorupsi ini akan menuju ke segala arah tanpa pandang bulu. Atau jangan-jangan banyak konconya yang kini sedang kena tebang mesin tersebut? Politik memang penuh misteri. Wallahualam.
Fauzy Ramadhan
Jalan Gongsen Raya RT 05/XI
Cijantung, Jakarta Timur
Tulisan ini merupakan rubrik Opini Koran Tempo, Senin, 13 Februari 2006