Departemen Hukum Bahas Draf RUU Perlindungan Saksi April
Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin menyatakan, pihaknya akan membahas masalah Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Saksi di tingkat departemen pada April mendatang. Saya punya kepentingan langsung dengan RUU ini dalam hal pemberantasan korupsi, kata Hamid saat menerima kunjungan Koalisi Perlindungan Saksi di kantornya kemarin.
Ia mengatakan, RUU itu menjadi prioritas pemerintah dan telah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional tahun ini. Hamid menyetujui pendapat Koalisi Perlindungan Saksi bahwa sistem yang dibangun selama ini membuat rakyat Indonesia menjadi pengecut.
Hanid mengatakan, banyak yang bersembunyi untuk meneriakkan kebenaran melalui surat kaleng, tapi ketika akan disidik tidak mempunyai keberanian moral. Sehingga, menurut Hamid, RUU itu harus dipercepat proses legislasinya.
Mengenai draf yang diajukan koalisi, Hamid mengatakan, usulan itu tidak jauh berbeda dengan yang dibuat departemennya. Tidak jauh berbeda, substansinya sama.
Dalam pertemuan itu, Teten Masduki dari Koalisi Perlindungan Saksi mendesak Presiden untuk menerbitkan Amanat Presiden (Ampres) tentang RUU Perlindungan Saksi, agar pembahasan RUU tersebut bisa segera dilakukan. Sebab, pembahasan RUU tersebut telah mengalami penundaan selama dua tahun. Sebelumnya, rancangannya telah diusulkan untuk dibahas di DPR 27 pada Juni 2002 dan ditandatangani 40 anggota DPR sebagai RUU Usul Inisiatif.
Penerbitan ampres mengenai pembahasan RUU Perlindungan Saksi, kata Teten, sesuai dengan ketetapan MPR 2001. Ketetapan MPR menyatakan perlunya undang-undang perlindungan saksi sebagai upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Amanat presiden itu untuk menjamin tersedianya anggaran dan penunjukan mitra kerja dari pemerintah dalam pembahasan di DPR, kata Teten yang juga Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch.
Adanya amanat itu, menurut Teten, sebagai langkah konkret Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam mempercepat pemberantasan KKN dan kasus-kasus lainnya. Sesuai dengan Rencana Aksi Nasional 2004-2009, Presiden telah menyatakan akan membahas undang-undang perlindungan saksi pada triwulan kedua pada 2005.
Alasan lain diperlukannya ampres, karena banyak saksi yang telah menjadi korban akibat tidak adanya perlindungan. ICW mencatat 12 orang saksi pelapor kasus korupsi justru diadukan atas tuduhan pencemaran nama baik oleh pelapor. Salah satu yang cukup kontroversial adalah saksi Endin Wahyudin yang melaporkan dugaan suap mantan Hakim Agung Marnis Kahar, Supraptini Sutarto, dan Yahya Harahap. Dia dihukum dan dinyatakan bersalah atas tuduhan pencemaran nama baik.
Desakan perlunya segera ada pembahasan RUU Perlindungan Saksi juga disuarakan Kongres Wanita Indonesia (Kowani) saat bertemu Presiden Yudhoyono dua hari lalu. Menurut Ketua Umum Kowani Linda Agum Gumelar, Kowani berkepentingan mengingat banyak kasus yang tak bisa terungkap karena orang takut memberi kesaksian. Selama ini, kata dia, pihaknya melalui Lembaga Bantuan Hukum Masalah Keluarga banyak menerima pengaduan. Termasuk soal kasus kekerasan dalam rumah tangga. Karena tak ada perlindungan, saksi ini takut diancam, katanya. edy can/abdul manan
Sumber: Koran Tempo, 16 Maret 2005