In-Depth Analysis: Bahaya Politik Dinasti
Yan Anton, Bupati Banyuasin yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK menambah catatan buruk akan bahaya politik dinasti. Di usia relatif muda, Yan Anton yang juga putra mantan Bupati sebelumnya, Amirddin Inoed, sudah harus berurusan dengan KPK terkait kasus dugaan suap ijon proyek di Dinas Pendidikan Banyuasin senilai 1 miliar. Jika terus dibiarkan, politik berlandaskan kekerabatan bukan tidak mungkin akan kembali melahirkan tersangka-tersangka korupsi baru di daerah.
Sesungguhnya, perkembangan politik dinasti tidak lepas dari lemahnya partai politik menjalankan fungsinya. Buruknya proses kaderisasi partai politik dan tiadanya sistem internal partai yang demokratis menyebabkan bangkitnya politik dinasti. Tak ayal, banyak parpol yang mengkader calon kepala daerah hanya berdasarkan hubungan kekeluargaan dari mereka yang sedang berkuasa tanpa mempertimbangkan kompetensi dan integritas.
Menghadang Politik Dinasti
Pada prakteknya, politk dinasti cenderung melanggengkan KKN, sehingga upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik sulit tercapai.
Fenomena politk dinasti memang merupakan konsekuensi dari demokrasi. Namun jika politik dinasti terus dibiarkan, bukan hanya mencederai upaya membangun budaya antikorupsi, tetapi kontestasi politik dalam pilkada akan menjadi semu karena dinasti politik yang ikut dalam pilkada dapat menggunakan dengan mudah semua sumber daya publik yang mereka kuasai.
Oleh karena itu, beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk menghadang politik dinasti agar tidak berkembang dan menjadi bagian dari kebiasaan politik di Indonesia, diantaranya adalah dengan memutus mata rantai sumber-sumber pendapatan mereka. Sumber utama korupsi daerah adalah belanja daerah. Dengan menerapkan sistem sistem pengadaan secara elektronik (e-procurement) sebagai contoh, peluang untuk memanipulasi pengadaan akan berkurang. Hal ini harus ditunjang dengan pemberian sanksi tegas kepada daerah yang enggan menerapkan. Kebijakan penggunaan sistem e-procurment harus menjadi mandatori bagi pemerintah daerah.
Upaya lain yang bisa dilakukan dengan mendorong transparansi dan akuntabilitas anggaran daerah sebagaimana Surabaya, Jakarta, Bandung dan sebagian kota lainnya. Ini merupakan salah satu pra syarat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan keterbukaan yang semakin tinggi, siapa pun bisa mengawasi setiap pelayanan mau pun pengelolaan keuangan daerah.
Karena larangan politik dinasti dalam Pilkada telah dibatalkan MK, maka kunci untuk membendung fenomena ini adalah dengan pemberdayaan pemilih. Pemilih adalah pihak yang paling menentukan apakah calon tertentu bisa menang atau tidak. Salah satu musuh besar pemilih dalam pemilu adalah politik uang. Pemilih yang rentan disuap adalah mereka yang rentan secara ekonomi. Oleh karenanya, negara perlu memastikan bahwa pelaku politik uang diberikan sanksi keras, misalnya dengan pembatalan pencalonan. Dengan upaya ini, pilkada akan bisa menjadi lebih steril dari pengaruh dinasti politik dan korupsi.***