In Depth Analysis: Korupsi Ancam Pendidikan
Pada hari Sabtu, 15 Oktober 2016, Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kebumen, Yudhi Tri Hartanto beserta Sigit Widodo, pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Kebumen ditangkap oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). karena menerima suap dari PT Otoda Sukses Mandiri Abadi (OSMA). Jumlah suap sebesar 20% dari total anggaran Rp4,8 miliar dijanjikan akan diberikan bila proyek pengadaan buku, alat peraga, serta teknologi informasi dan komputer di Dinas Pendidikan Kebumen terealisasi dan PT OSMA terpilih sebagai rekanan.
Kasus yang terjadi di Kebumen ini hampir serupa dengan yang menimpa Bupati Banyuasin, Sumatera Selatan, Yan Anton Ferdian, yang juga ditangkap KPK pada 4 September 2016 lalu. Modus yang kerap digunakan adalah suap dari pengusaha untuk membantu meloloskan proyek agar dijadikan pemenang proyek di Dinas Pendidikan.
Selain suap juga teridentifikasi modus permainan anggaran APBN/APBD, dimana proyek diusulkan ke pemerintah, jika pemerintah setuju maka anggaran proyek dimasukkan dalam APBN/APBD. Kemudian alokasi dana dimainkan pejabat pemerintah dan pengusaha dalam bentuk proyek fiktif maupun digelembungkan (mark-up) nilai proyeknya.
Berdasarkan hasil monitoring ICW terhadap kasus korupsi sektor pendidikan selama 2006-2015, terdapat 425 kasus korupsi dengan nilai kerugian negara mencapai Rp1,3 triliun. Dinas pendidikan menjadi institusi terbanyak sebagai area terjadinya korupsi, yakni mencapai 214 kasus dengan potensi kerugian negara Rp457,9 miliar.
Pegawai di lingkungan Dinas Pendidikan juga yang paling sering terjerat sebagai tersangka yaitu 225 orang, dengan 77 orang diantaranya adalah Kepala Dinas Pendidikan (ICW, 2016). Sedangkan sumber dana yang sering dikorupsi dalam sektor pendidikan adalah Dana Alokasi Khusus (DAK), sarana dan prasarana sekolah, dana BOS, dan infrastruktur sekolah.
Korupsi yang terus terjadi di sektor pendidikan tentu sangat memprihatinkan karena berdampak pada kualitas sumber daya manusia Indonesia. Alokasi 20% dari APBN/APBD untuk sektor pendidikan akan terus menjadi sasaran para pemburu rente, oleh karena itu harus dikembangkan sistem yang lebih transparan serta pengawasan yang lebih ketat. Seluruh Jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Dinas Pendidikan harus terus mengoptimalkan sistem pengadaan elektronik sebagai syarat pengucuran DAK pendidikan kemudian untuk pembelanjaan wajib menerapkan sistem transaksi non tunai (cashless) sehingga potensi korupsi bisa terus dicegah..***