Deputi Menteri Ditahan; Diduga Menerima Rp 400 Juta
Jaksa menahan Made Astawa Rai, Deputi I Bidang Pengembangan Sumber Daya Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kamis (5/2). Astawa ditahan di Rumah Tahanan Salemba setelah diperiksa selama sekitar sembilan jam.
Astawa, yang mengenakan kemeja warna putih, diam saat berjalan dari Gedung Bagian Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung menuju mobil yang membawanya ke tahanan. Dahinya berkeringat. Pertanyaan wartawan tak satu pun dijawabnya.
Kemarin Astawa diperiksa dengan didampingi pengacaranya, Maxi Hayet dan Limbong. Namun, Limbong, yang keluar dari Gedung Bagian Tindak Pidana Khusus sesaat sebelum Astawa, mengelak saat ditanya, apakah ia pengacara Astawa.
Astawa, yang juga guru besar Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung, disangka melakukan korupsi dalam proyek kegiatan pelaksanaan data dan informasi spasial sumber daya alam di 30 kabupaten daerah tertinggal. Proyek pada tahun 2006 yang menelan anggaran Rp 4,4 miliar itu dalam rangka pengembangan ekonomi lokal.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Jasman Panjaitan membenarkan bahwa Astawa ditahan selama 20 hari mendatang. Peran tersangka, antara lain, sebelum proses tender proyek memanggil pejabat pembuat komitmen, Thomas Anjarwanto, dan bendahara proyek, Ismanto Sulakmono. Astawa memberi tahu besaran kompensasi sebesar 22 persen dari nilai proyek setelah dikurangi PPh dan PPn, termasuk untuk panitia lelang 1 persen dan panitia penerima barang 1 persen.
”Total uang yang diterima tersangka Rp 400 juta,” kata Jasman.
Uang tersebut diterima langsung dari Thomas Anjarwanto dan Ismanto Sulakmono. Bukti pencairan dana berupa cek di Bank BCA Cabang Bidakara yang berasal dari PT Tunas Intercomindo Sejati.
Dalam perkara itu, jaksa menetapkan enam tersangka, termasuk Astawa. Tersangka lain adalah Thomas Anjarwanto, Tri Marjoko (Direktur PT Tunas Intercomindo), Sofyan Basri (Asisten Deputi Urusan Teknologi Kementerian Negara PPDT), Surahman (Ketua Panitia Penerimaan dan Pemeriksaan Barang), dan Imam (PT Exsa International).
Dari penyidikan jaksa, pembuatan data dan informasi spasial tersebut tidak dilakukan sesuai dengan kontrak. Survei dan observasi lapangan tidak dilakukan sehingga data dan informasi spasial itu tidak sesuai dengan kondisi lapangan. (idr)
Sumber: Kompas, 6 Februari 2009
------------------
Kejagung Tahan Guru Besar ITB
Satu lagi pejabat eselon satu di lembaga negara kemarin menjadi tahanan Kejaksaan Agung. Kali ini, penahanan itu menimpa Deputi Sumber Daya Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Made Astawa Rai.
Astawa ditahan setelah menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar kemarin (5/2). Dia tampak lelah saat keluar pukul 18.35 tadi malam. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut guru besar di Institut Teknologi Bandung (ITB) itu. Dia langsung menuju mobil yang membawanya ke Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. "Tersangka ditahan untuk waktu 20 hari," kata Kapuspenkum Kejagung Jasman Pandjaitan.
Jasman mengungkapkan, Astawa terlibat dalam proyek penelitian senilai Rp 4,4 miliar pada 2006. Yakni, dugaan korupsi proyek kegiatan pelaksanaan data dan informasi spasial sumber daya alam di 30 kabupaten daerah tertinggal. "Total uang yang diterima tersangka Rp 400 juta," kata Panjaitan. Uang itu diterima langsung dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Thomas Anjarwanto, yang juga menjadi tersangka.
Menurut dia, sebelum proses tender dilaksanakan, Thomas dan bendahara proyek Ismanto dipanggil oleh tersangka. Di ruang kerjanya itu, Astawa memberi tahu besaran kompensasi 22 persen dari nilai proyek setelah dikurangi PPh dan PPN. "Tersangka menginstruksikan kepada PPK dan bendahara proyek untuk memegang uang dan melaporkan setiap pengeluaran," jelas Jasman.
Akibat perbuatan itu, pelaksanaan kegiatan proyek tidak sesuai dengan kerangka acuan kerja (KAK) maupun kontrak. "Produk kegiatan tersebut tidak sesuai dengan tujuan sehingga tidak dapat dipergunakan," ungkap Jasman.
Dalam kasus itu, selain Astawa dan Thomas, kejaksaan telah menetapkan tiga tersangka lain. Mereka adalah Tri Marjoko (direktur PT Tunas Intercomindo Sejati), Ir Sofyan Basri (asdep teknologi), dan Imam Hidayat (PT Exsa Internasional). Thomas dan Tri Marjoko bahkan sudah masuk tahap persidangan.
Berdasar informasi yang dikumpulkan koran ini, PT Tunas Intercomindo Sejati dinyatakan sebagai pemenang dengan nilai kontrak Rp 4,4 miliar. Berdasar dokumen kontrak, pembuatan data spasial membutuhkan beberapa orang tenaga ahli yang berpengalaman. Namun, dalam pengerjaannya, proyek itu menggunakan orang lain yang tidak terdapat dalam kontrak dengan pengalaman yang tidak sesuai. (fal/el)
Sumber: Jawa Pos, 6 Februari 2009