Desak Pengadilan Sampaikan Hukuman Jera Koruptor, ICW Berikan Tren Vonis Korupsi 2014 ke MA
Desak Pengadilan Sampaikan Hukuman Jera Koruptor, ICW Berikan Tren Vonis Korupsi 2014 ke MA
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyampaikan hasil pantauan tren vonis korupsi 2014 kepada Mahkamah Agung (MA) yang diterima oleh Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung MA, Artidjo Alkostar. ICW berharap MA dapat mempertimbangkan beberapa rekomendasi yang disampaikan sebagai perbaikan peradilan di Indonesia.
Dalam pertemuan yang dilakukan tertutup, tren vonis korupsi disampaikan oleh dua orang wakil dari Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Emerson Yuntho dan Aradila Caesar. Menurut Arad, semangat dari penyampaian tren vonis korupsi ini untuk memperbaiki sistem peradilan dan menjerakan koruptor dengan memberikan vonis pidana lebih berat.
Seperti yang tertuang dalam laporan kajian tren vonis korupsi 2014 ini, kecenderungan pengadilan tipikor baik melalui kasasi maupun peninjauan kembali (PK) masih terjadi kecenderungan vonis yang ringan, seperti hukuman rata-rata hanya 2 tahun 8 bulan. Selain itu juga denda yang ringan, yakni hanya antara Rp 1-1,5 juta yang dihukumkan kepada 268 terdakwa.
Selain itu juga ada catatan dimana kerugian negara yang sebenarnya mencapai Rp 10,68 triliun dari 479 terdakwa, namun ternyata hanya Rp 1,4 triliun yang dapat dikembalikan. "Ini terjadi ketidakseimbangan, dan muncul jurang lebar atas kerugian negara yang tidak tertutupi," ujar Arad di Mahkamah Agung, Jum'at (20/3/2015).
Selanjutnya dalam putusan hakim masih terjadi kortingan hukuman. Pada salah satu kasus misalnya, sebelumnya jaksa penuntut umum menyatakan 96 bulan, namun pada vonis yang dijatuhkan hanya 36 bulan. Selain itu juga ada disparitas hukuman yang ditetapkan oleh hakim.
Sementara itu, Hakim Kamar Pidana MA, Artidjo Alkostar, mengatakan dalam konteks penggunaan Pasal 2 dan Pasal 3 dalam UU Tripikor, telah ada kesepakatan dalam kamar pidana pidana MA bahwa tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp 100 juta, hakim dapat memutuskan perkara dengan ancaman minimal 4 tahun.
Sedangkan dalam prakteknya, tidak dipungkiri bahwa masih banyak hakim yang memutus di luar dari apa yang telah disepakati dalam kamar pidana MA. Namun, MA tidak dapat mengintervensi para hakim yang telah salah menetapkan putusan peradilan tersebut.
“Kita tidak bisa intervensi, karena kita (MA) harus menjaga independensi dan kemandirian para hakim,” tegasnya.