Dianggap Berjasa, Puteh Dapat Remisi
"Pemberian remisi kepada Puteh tidak menyalahi aturan."
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalata menyatakan mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh mendapatkan pengurangan masa hukuman (remisi) karena dinilai banyak berjasa menciptakan perdamaian di Aceh. "Puteh juga berkelakuan baik," ujar Andi kepada Tempo kemarin.
Pada September 2005, Puteh diganjar vonis oleh Mahkamah Agung selama 10 tahun penjara terkait dengan kasus korupsi proyek pengadaan helikopter senilai Rp 12,5 miliar. Sejak Mei 2006, ia menghuni Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Bertepatan dengan momen peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-63, Ahad lalu, ia mendapat remisi lima bulan.
Pemberian remisi itu dipertanyakan oleh Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Danang Widoyoko. Menurut dia, terpidana korupsi yang kaya sangat mudah berbuat baik di penjara. Tidak hanya itu, mereka juga bisa menyumbangkan dana untuk membangun fasilitas penjara. Akibatnya, koruptor tidak jera. "Semua bisa dibayar dengan uang," kata Danang, "Indikator pemberian remisi tidak jelas, berbuat baik itu seperti apa?"
Andi menegaskan, pemberian remisi kepada Puteh tidak menyalahi aturan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Pasal 34, kata Andi, syarat mendapatkan remisi adalah berkelakuan baik dan telah menjalani masa hukuman selama enam bulan.
Khusus untuk pelaku tindak pidana korupsi, kata Andi, syarat menjalani enam bulan tahanan diubah menjadi telah menjalani sepertiga masa hukuman. "Peraturan tersebut dibuat pada 2006, tapi baru berlaku sejak 2007 dan tidak berlaku surut," katanya.
Menurut penelusuran Tempo, selama ditahan sejak Mei 2006, Puteh telah beberapa kali menerima remisi. Pada Agustus 2006, ia menerima satu bulan remisi. Lalu, pada 2007, remisi yang diterimanya meningkat menjadi empat bulan. Selanjutnya, pada Lebaran 2006 dan 2007, Puteh menerima satu bulan remisi. Total masa pengurangan hukuman yang diterima Puteh hingga saat ini 12 bulan.
Nasib berbeda dialami mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, yang divonis tujuh tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, akhir Juli 2007. Ia dinilai terbukti melakukan korupsi pengumpulan dana ilegal di Departemen Kelautan dan Perikanan pada 2002-2004. Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Pasal 34, seperti disebut Menteri Andi, berlaku sejak 2007 dan tidak berlaku surut, Rokhmin seharusnya juga mendapatkan remisi. Namun, dia tidak mendapat remisi.
"Setahu saya, Pak Rokhmin tidak mendapat remisi," ucap Triyono, salah satu anggota staf Rokhmin, saat Tempo menghubungi telepon seluler milik Rokhmin. Dihubungi terpisah, kuasa hukum Rokhmin, Mohammad Assegaf, mengaku belum mendapatkan informasi apakah kliennya mendapatkan remisi atau tidak. "Saya terakhir berkomunikasi saat pengajuan peninjauan kembali pekan lalu," katanya. DWI WIYANA | FAMEGA SYAVIRA
Sumber: Koran Tempo, 19 Agustus 2008