Dipertanyakan, Komitmen MA Buka Akses Publik
Komitmen Mahkamah Agung untuk membuka akses informasi seluas-luasnya bagi publik dipertanyakan. Hingga saat ini masyarakat masih kesulitan mengakses putusan hakim tingkat pertama maupun yang telah berkekuatan hukum tetap.
Hal tersebut terungkap di dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan Indonesia Corruption Watch dan Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL), Kamis (28/6). Hadir dalam diskusi tersebut Koordinator Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Junto dan peneliti ICEL Josi Khatarina serta mantan hakim Asep Irwan Iriawan.
Menurut Emerson, keterbukaan pengadilan sangatlah penting dalam kaitannya dengan pengawasan hakim dan pegawai pengadilan. Hasil riset ICW pada 2001 mengenai pola korupsi di peradilan menunjukkan adanya korelasi antara pengadilan yang tertutup dengan mafia peradilan.
Kian tertutup akses bagi publik mendapatkan informasi, kian marak pula praktik mafia peradilan. Keterbukaan yang ada saat ini baru sebatas terbuka pada negosiasi atau praktik kolusi dan korupsi, ujar Emerson.
Menurut dia, Ketua MA perlu menunjukkan niatnya sungguh- sungguh untuk merealisasikan hal tersebut dalam bentuk ketentuan tertulis. Ketua MA dalam berbagai kesempatan mengungkapkan, begitu diucapkan, putusan pengadilan menjadi milik publik. Namun, kata-kata itu tidak juga direalisasikan, katanya.
Sementara itu, Josi Khatarina mengatakan, kebebasan memperoleh informasi publik memang sudah seharusnya menjangkau ruang lingkup pengadilan. Namun, ia melihat ada hambatan budaya ketertutupan yang kuat, kesengajaan untuk menutup informasi dengan berbagai motif, dan kelemahan perundangan yang membuka penafsiran bahwa informasi tertentu tidak boleh dibuka untuk umum.
Ia mengatakan, MA saat ini tengah mempersiapkan peraturan MA yang mengatur tentang transparansi. Josi yang membantu MA dalam hal pembuatan konsep transparansi di bidang peradilan mengatakan, tim MA sedang studi banding di Australia tentang hal tersebut. (ana)
Sumber: Kompas, 30 Juni 2007