Direksi PLN Lobi Badan Pemeriksa Keuangan
Eddie Widiono dilempari telur busuk.
Direksi PT Perusahaan Listrik Negara berusaha melobi auditor Badan Pemeriksa Keuangan berkaitan dengan temuan lembaga itu tentang kerugian negara dalam pengadaan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) Borang, Sumatera Selatan. Lobi dimaksudkan agar BPK tidak memasukkan kerugian negara ke laporannya.
Seorang perwira menengah di Markas Besar Kepolisian RI yang tahu persis kasus ini mengungkapkan hal itu di sela-sela pemeriksaan Direktur Utama PLN Eddie Widiono dalam kasus dugaan korupsi PLTG bergerak (truck mounted) Borang di Jakarta kemarin. Eddie sudah dua kali ini diperiksa sebagai saksi.
Perwira tadi menuturkan, direksi PLN mulai melobi auditor BPK setelah Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PLN Ali Herman dan Deputi Direktur Pembinaan Pembangkitan Agus Darmadi ditahan. Itu usaha mereka untuk bisa berkelit dari kasus ini, katanya kepada Tempo.
Hasil temuan BPK menunjukkan harga Borang plus denda lebih mahal US$ 13,16 juta (Rp 122 miliar) daripada pembangkit sejenis. BPK membandingkan Borang dengan pembangkit serupa yang ditawarkan Bonwoode, perusahaan pemasok listrik di Kanada.
Maqdir Ismail, kuasa hukum PLN, membantah kliennya berupaya mempengaruhi BPK. Tidak mungkin. Itu cerita gila, kata Maqdir. Seingat Maqdir, laporan BPK versi akhir memang tidak menyebut penyimpangan dalam pengadaan pembangkit listrik berkapasitas 44 megawatt itu.
Penjelasan tentang lobi PLN ke BPK datang dari J. Pieter Nazar, pengacara PLN. Pieter mengakui kliennya meminta BPK mengklarifikasi kerugian negara dalam pengadaan PLTG Borang. Menurut Pieter, BPK telah berjanji mengoreksi kesalahan tersebut. Tim pengacara PLN juga mendesak polisi meminta keterangan dari BPK.
Bantahan juga datang dari Ketua BPK Anwar Nasution. Saya dan bawahan saya tak pernah menerima orang PLN, ujarnya. BPK juga tak pernah berkomunikasi dengan pihak penyidik tentang hasil pemeriksaan lembaga itu atas PLN.
Eddie menilai perhitungan BPK tidak akurat karena tidak memasukkan biaya transportasi, biaya handling (bongkar-muat), dan asuransi. Biaya itu seharusnya dihitung, katanya seusai pemeriksaan yang berlangsung sejak pukul 10 pagi hingga 7 malam itu.
Agenda pemeriksaan masih difokuskan pada prosedur pengadaan. Maqdir menyatakan, selaku direktur utama, Eddie hanya bertanggung jawab secara administrasi, yaitu meneken kontrak. Proses pengadaan pembangkit di PLN dilakukan dengan melibatkan banyak pihak.
Sempat terjadi insiden ketika Eddie hendak beranjak pulang. Di halaman belakang gedung Badan Reserse dan Kriminal, Eddie, yang tengah diwawancarai wartawan, dihujani telur busuk oleh empat mahasiswa. Polisi kemudian meringkus para mahasiswa itu, sementara Eddie diselamatkan para pengawalnya. ERWIN DARIYANTO | AGUS SUPRIYANTO | M FASABENI
Sumber: Koran Tempo, 2 Februari 2006