Dituntut 8 Tahun, Burhanuddin Tolak

Mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah, Rabu (8/10), langsung menolak tuntutan jaksa penuntut umum yang memintanya dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi. Jaksa menilai Burhanuddin terlibat dalam kasus korupsi aliran dana BI atau Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia ke sejumlah anggota DPR periode 1999-2004 dan lima mantan pejabat BI.

Burhanuddin selama sidang tampak diam. Ia juga sambil tetap diam menerima berkas tuntutan dari jaksa dan langsung meletakkannya di lantai. Namun, kepada wartawan ia secara emosional menyatakan, ”Saya menyatakan sangat keberatan. Saya akan menyusun pembelaan.”

Majelis hakim Pengadilan Tipikor yang dipimpin Gusrizal memutuskan sidang perkara itu dilanjutkan pada 15 Oktober 2008 dengan agenda mendengarkan pembelaan terdakwa dan penasihat hukumnya. Sebelumnya, penasihat hukum terdakwa, M Assegaf, sempat bersitegang dengan majelis hakim dan jaksa saat meminta waktu dua minggu untuk menyusun pembelaan.

Namun, permintaan itu tak dikabulkan majelis hakim karena masa penahanan Burhanuddin akan berakhir dua minggu lagi. Majelis hakim juga ingin segera menyusun putusan.

Sejumlah pertemuan

Tuntutan yang dibacakan tim jaksa yang terdiri dari KMS A Roni, Rudi Margono, Ketut Sumedana, dan Hadiyanto, secara bergantian lebih dari satu setengah jam itu, menyatakan adanya unsur yang meringankan Burhanuddin, yakni terdakwa tak turut menikmati hasil korupsi aliran dana BI sekitar Rp 100 miliar itu atau tidak ikut memperkaya diri.

Namun, jaksa tetap bersikukuh, mantan Gubernur BI itu terlibat sejumlah pertemuan dengan anggota Dewan Gubernur BI lainnya, seperti Aulia Tantowi Pohan dan Maman Soemantri, untuk membahas soal sejumlah pemberian dana kepada anggota DPR.

Hal yang menurut jaksa memberatkan adalah terdakwa membantu memperkaya mantan pejabat BI, seperti Paul Sutopo senilai Rp 10 miliar, Hendro Budiyanto (Rp 10 miliar), Heru Soepraptomo (Rp 10 miliar), Iwan R Prawiranata (Rp 13 miliar), J Soedrajad Djiwandono senilai Rp 25 miliar, serta sejumlah anggota DPR senilai Rp 31,5 miliar.

Dua anggota DPR periode 1999-2003 yang disebutkan jaksa ikut menikmati dana itu adalah Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu. Jaksa juga menyatakan, terdakwa tidak pernah berterus terang mengakui perbuatannya.

Oleh karena itu, jaksa menilai Burhanuddin mengetahui penyisihan dana sebesar Rp 100 miliar yang diambil dari YPPI itu. Selain itu, terdakwa juga dianggap membiarkan aliran dana itu tidak melalui mekanisme anggaran BI dan tidak sesuai sistem tambahan anggaran pengeluaran yang diatur dalam Peraturan Dewan Gubernur BI Nomor 4/15/PDG/2002 dan Nomor 4/13/PDG/2002, serta Surat Edaran BI Nomor 4/55/Intern Tahun 2002.

Sebaliknya, Assegaf menyatakan, jaksa membuat pernyataan yang mengada-ada. Burhanuddin tidak bertanggung jawab atas perbuatan yang jelas dilakukan Aulia Pohan dan Maman Soemantri.

”Terdakwa korban pembodohan dari keduanya. Buktinya, jaksa menyatakan pada tuntutannya, terdakwa tidak turut serta menikmati hasil korupsinya, kan,” ujar Assegaf.

Burhanuddin dituduh bersama Oey Hoey Tiong, Rusli Simanjuntak, Aulia Pohan, Bun Bunan EJ Hutapea, dan Aslim Tadjudin mengambil dan memakai dana BI yang berada di YPPI. Ia ditahan sejak 10 April lalu. (ays)

Sumber: Kompas, 9 Oktober 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan