Diusulkan, Dewan Tunjuk Pengacara (23/6/04)
SEMARANG- Komisi A DPRD Jateng secara resmi mengusulkan kepada pimpinan Dewan untuk menunjuk penasihat hukum terkait dengan telah diperiksanya anggota DPRD Jateng oleh Kejati. Sebab, persoalan dugaan korupsi atas penggunaan dana APBD Jateng 2003 itu dipandang sebagai masalah serius.
Usulan tersebut dilayangkan melalui Surat Nomor 24/A/DPRD/ 2004 bertanggal 21 Juni 2004 yang ditandatangani Ketua Komisi A, Petrus Trimanto, dan Sekretaris Gatot Luprijatomo. Surat tersebut ditujukan kepada Ketua Dewan dengan tembusan para wakil ketua Dewan, ketua komisi, dan ketua fraksi.
Trimanto menyebutkan, surat tersebut memang telah dikirim pada Senin (21/6). Ada tiga masalah yang dibahas dalam surat itu. Namun apa saja isinya, tidak dijelaskan secara terperinci. Intinya, Komisi A memandang perlu DPRD Jateng menunjuk pengacara untuk mendampingi anggota Dewan yang diperiksa Kejati.
Menurut pandangannya, usulan tersebut wajar dan kemungkinan bisa diterima pimpinan Dewan. Hanya dia belum bisa menyebutkan nama penasihat hukum yang ditunjuk.
Menanggapi usulan itu, Ketua DPRD Jateng Mardijo mengemukakan, sebenarnya pemeriksaan anggota Dewan oleh Kejati itu masih dalam klarifikasi. Yaitu menyangkut proses penyusunan APBD. Artinya, mekanismenya dikaji terlebih dulu. ''Biar Komisi A saja yang menunjuk (penasihat hukum). Pada hemat saya, semestinya Kejati itu menjadi pembela pemerintah. Mereka kan masuk jajaran eksekutif yang seharusnya membela pemerintah,'' tuturnya.
Saat ditanya soal desakan agar eksekutif juga diperiksa kejaksaan, dia menyatakan dalam penyusunan APBD melibatkan eksekutif dan legislatif. Usulan dari eksekutif itu dibahas oleh DPRD melalui panitia anggaran, komisi-komisi, serta fraksi-fraksi sebagai kepanjangan anggota Dewan.
''Perda anggaran itu setelah disetujui Dewan, diteken oleh Ketua DPRD, Gubernur, serta Sekretaris Daerah. Dengan demikian, Perda APBD itu merupakan produk bersama. Mungkin itu yang mendorong agar eksekutif juga ikut diperiksa,'' ujarnya.
Menurut pendapat dia, yang bisa membatalkan adalah Mendagri. Hanya, lanjutnya, Mendagri selama ini tak pernah memberikan teguran atas penyusunan APBD di daerah-daerah, termasuk di Jateng.
Soal tudingan Ketua DPRD yang paling bertanggung jawab, dia mengungkapkan, dalam proses penetapan Perda APBD atau aturan-aturan lain, Ketua DPRD sudah mengajukan pertanyaan kepada floor.
''Apakah rancangan aturan itu bisa disetujui sebagai aturan, misalnya terkait dengan Perda APBD. Kalau anggota Dewan setuju, ya saya ketok palu (setujui-Red). Dan, setiap prosedur sidang komisi atau paripurna, itu sifatnya terbuka dan masyarakat umum bisa ikut mencermati. Artinya, dalam setiap pembahasan itu bisa disikapi secara kritis karena fungsi Dewan salah satunya adalah menyerap aspirasi masyarakat,'' paparnya.
Dia mengemukakan, DPRD Jateng pernah menolak anggaran dana purnabakti setelah memperhatikan aspirasi masyarakat. ''Akan tetapi, karena ada anggapan bahwa siapa tahu dicairkan, ya akhirnya jadi ramai lagi.''
Dari sisi kepatutan, dia menyatakan penyusunan APBD juga telah mempelajari dan mempertimbangkan anggaran dari daerah-daerah lain, juga berdasarkan pendapatan Jateng serta jumlah penduduk.
Sementara itu, muncul kabar bahwa kalangan DPRD Jateng ternyata tidak mau hanya menjadi sasaran yang selalu disalahkan. Legislatif menilai, dalam kasus dugaan korupsi APBD Jateng, Dewan tidak bisa disalahkan. Eksekutif dipandang juga harus ikut bertanggung jawab karena semua proses penyusunan produk legislatif dibahas bersama eksekutif.
Kepala Badan Informasi Komunikasi dan Kehumasan (BIKK) Pemprov Jateng Anwar Cholil ketika dimintai konfirmasi menekankan, tidak ingin berkomentar soal itu. ''Jawabannya, tidak ada komentar untuk masalah itu.''(G1-69j)
sumber: suara merdeka