Djoko Tjandra Dieksekusi Hari ini

KEJAKSAAN Agung (Kejagung) akan mengeksekusi dua terpidana perkara cessie (hak tagih) Bank Bali sebesar Rp546 miliar yakni Djoko Sugiarto Tjandra, pemilik PT Era Giat Prima (EGP) dan Syahril Sabirin, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) pada Selasa (16/6).

Pelaksanaan eksekusi itu terkait putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Kejagung hingga keduanya masing-masing dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan denda Rp15 juta.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Jasman Pandjaitan, di Jakarta, Senin, menyatakan, pihaknya sudah layangkan surat kepada keduanya untuk datang pada Selasa (16/6) setelah menerima petikan dari MA pada Jumat (12/6).

"Untuk Djoko Tjandra dipanggil ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan, sedangkan Syahril Sabirin ke Kejari Jakarta Pusat," katanya.

Ketika ditanya mengenai keberadaan Djoko Tjandra yang saat ini dikabarkan tengah berada di Singapura, ia mengaku tidak mengetahui informasi itu.

"Tapi yang jelas kita panggil Selasa besok guna mengetahui keberadaannya," katanya. Ia mengatakan, dari pemanggilan itu akan diketahui keberadaan Djoko. "Kita teliti kalau dia tidak datang memenuhi panggilan," katanya.

Dikatakan, pemanggilan itu juga sekalian untuk menjajaki pelaksanaan eksekusi uang Rp546 miliar yang berada di rekening penampung Bank Permata. "Kita juga menjajaki untuk pelaksanaan eksekusi uang tersebut," katanya.

Petikan MA putusan No 12PK/Pid.Sus/2009 pada 11 Juni 2009 untuk Djoko Tjandra menyebutkan bahwa barang bukti berupa uang yang ada dalam rekening penampung atas nama rekening Bank Bali sejumlah Rp546,468 miliar, dirampas untuk dikembalikan ke negara.

Sebelumnya dilaporkan, Kejaksaan Agung (Kejagung) mencekal kedua terpidana itu. "Kamis (11/6) malam, keduanya sudah kita cekal," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Marwan Effendy di Jakarta, Jumat.

Jampidsus menyatakan, jika keduanya berada di luar negeri saat ini, itu merupakan urusan dari tim pemburu koruptor. "Kalau keduanya di luar, itu urusan pemburu koruptor," katanya.

Yang terpenting, kata dia, kejaksaan akan mengeksekusi masalah uang dalam rekening penampung di Bank Permata sebesar Rp546 miliar. "Tidak ada tawar menawar lagi, kalau Bank Permata menolak maka ada ancamannya Pasal 8 UU Tindak Pidana Korupsi," katanya.

Kasus korupsi ini berawal pada cessie antara PT Era Giat Prima (EGP) dan Bank Bali pada Januari 1999. Perjanjian itu ditujukan untuk mencairkan piutang Bank Bali di tiga bank (BDNI, BUN, dan Bank Bira) senilai Rp3 triliun. Namun yang bisa dicairkan oleh EGP (setelah diverifikasi BPPN-red) hanya sebesar Rp904 miliar dari nilai transaksi Rp1,27 triliun (di BDNI).

Pencairan piutang sebesar Rp904 miliar itu juga melibatkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang meminta BI melakukan pembayaran dana itu. Kasus ini mencuat setelah muncul dugaan praktik suap dan korupsi dalam proses pencairan piutang tersebut.

Pada saat itu, Pande Lubis adalah Wakil Ketua BPPN, Syahril Sabirin menjabat Gubernur Bank Indonesia, dan Djoko Tjandra adalah pemilik EGP.

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan membebaskan Djoko Tjandra pada 28 Agustus 2000. Majelis juga menyatakan uang sebesar Rp546,46 miliar dikembalikan kepada perusahaan milik Joko, PT EGP. Sedangkan uang sebesar Rp28,75 juta dikembalikan kepada Djoko sebagai pribadi.

Atas putusan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi yang akhirnya ditolak oleh MA. Tersangka kedua, Pande Lubis juga dibebaskan majelis hakim PN Jakarta Selatan pada 23 November 2000. Namun demikian, pada tingkat kasasi, MA menganggap putusan itu salah dan mengganjar Pande empat tahun penjara. Putusan MA tersebut tidak membahas soal uang senilai Rp546,46 miliar yang dijadikan barang bukti. n Ant[by : Koesworo Setiawan]

Sumber: Jurnal Nasional, 16 Juni 2009

Kejaksaan Eksekusi Joko dan Syahril Selasa Ini

JAKARTA—Kejaksaan Agung akan mengeksekusi terdakwa Bos PT Era Giat Prima, Joko Soegiarto Tjandra, dan mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, Selasa ini. Eksekusi ini setelah Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan jaksa dalam perkara pencairan hak tagih atau cessie Bank Bali. Mahkamah memvonis keduanya dua tahun penjara. ”Mereka telah dipanggil agar datang ke kejaksaan,” ujar juru bicara Kejaksaan Agung, Jasman Panjaitan, dalam siaran persnya kemarin.

Jasman menjelaskan, eksekusi terhadap Joko dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Sedangkan terhadap Syahril oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Eksekusi ini sesuai dengan tempat kejadian awal perkara itu dilimpahkan ke pengadilan.

Kasus ini bermula dari gagalnya pemilik Bank Bali, Rudy Ramli, mendapatkan klaim tagihan antarbank kepada Bank Umum Nasional (BUN) dan Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Rudy kemudian mengalihkan hak tagih tersebut Joko. Begitu hak tagih berpindah, duit cair pada Juni 1999 sebesar Rp 904 miliar. Separuhnya (Rp 546,5 miliar) menjadi hak Era Giat.

Joko semula dituntut jaksa selama 1 tahun 6 bulan. Tapi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Joko dinyatakan bebas. Vonis itu dikuatkan oleh Mahkamah Agung, yang menolak kasasi Kejaksaan pada Juni 2001. Adapun Syahril dituntut empat tahun penjara dan divonis tiga tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tapi pengadilan tinggi membebaskannya hingga tahap kasasi Mahkamah Agung. Kejaksaan lantas mengajukan peninjauan kembali.

Dalam wawancara dengan Tempo, Syahril mengatakan siap jika sewaktu-waktu dieksekusi. ”Walaupun tidak setuju atas putusan ini, eksekusi tetap akan saya jalani," kata Syahril (Koran Tempo, 15 Juni). Dia mengatakan akan mengajukan peninjauan kembali. SUTARTO

Sumber: Koran Tempo, 16 Juni 2009

{mospagebreak title=Kejaksaan Eksekusi Joko dan Syahril Selasa Ini} 

Kejaksaan Eksekusi Joko dan Syahril Selasa Ini

Kejaksaan Agung akan mengeksekusi terdakwa Bos PT Era Giat Prima, Joko Soegiarto Tjandra, dan mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, Selasa ini. Eksekusi ini setelah Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali yang diajukan jaksa dalam perkara pencairan hak tagih atau cessie Bank Bali. Mahkamah memvonis keduanya dua tahun penjara. ”Mereka telah dipanggil agar datang ke kejaksaan,” ujar juru bicara Kejaksaan Agung, Jasman Panjaitan, dalam siaran persnya kemarin.

Jasman menjelaskan, eksekusi terhadap Joko dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Sedangkan terhadap Syahril oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Eksekusi ini sesuai dengan tempat kejadian awal perkara itu dilimpahkan ke pengadilan.

Kasus ini bermula dari gagalnya pemilik Bank Bali, Rudy Ramli, mendapatkan klaim tagihan antarbank kepada Bank Umum Nasional (BUN) dan Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Rudy kemudian mengalihkan hak tagih tersebut Joko. Begitu hak tagih berpindah, duit cair pada Juni 1999 sebesar Rp 904 miliar. Separuhnya (Rp 546,5 miliar) menjadi hak Era Giat.

Joko semula dituntut jaksa selama 1 tahun 6 bulan. Tapi oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Joko dinyatakan bebas. Vonis itu dikuatkan oleh Mahkamah Agung, yang menolak kasasi Kejaksaan pada Juni 2001. Adapun Syahril dituntut empat tahun penjara dan divonis tiga tahun oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tapi pengadilan tinggi membebaskannya hingga tahap kasasi Mahkamah Agung. Kejaksaan lantas mengajukan peninjauan kembali.

Dalam wawancara dengan Tempo, Syahril mengatakan siap jika sewaktu-waktu dieksekusi. ”Walaupun tidak setuju atas putusan ini, eksekusi tetap akan saya jalani," kata Syahril (Koran Tempo, 15 Juni). Dia mengatakan akan mengajukan peninjauan kembali. SUTARTO

Sumber: Koran Tempo, 16 Juni 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan