DK Partai Demokrat Dinilai Tebang Pilih; Kasus Suap Sesmenpora
Pengamat Politik, Ikrar Nusa Bakti menilai Dewan Kehormatan (DK) Partai Demokrat tebang pilih dalam menjalankan tugasnya, terutama terkait penanganan kader-kader partai yang tersangkut kasus hukum. Hal itu, menurut Ikrar, justru akan menegaskan adanya faksi-faksi di internal partai pascakongres tahun lalu.
Ikrar menyebutkan, dalam penanganan kasus Bendahara Umum DPP Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang diduga terlibat kasus suap di Kemenpora, DK bisa dengan cepat melakukan penyelidikan. Sementara, banyak kader lain yang tersangkut kasus hukum sama sekali tidak disentuh.
”Untuk beberapa kasus, DK terlihat melindungi, namun untuk beberapa kasus lainnya seperti menjerumuskan,” kata Ikrar di Jakarta, Kamis (19/5).
Dia menyebut sejumlah nama kader Partai Demokrat yang terlibat kasus huku, antara lain Agusrin Najamuddin (Gubernur Bengkulu yang juga Ketua DPD PD Bengkulu) dituntut 4 tahun 6 bulan dalam perkara dugaan korupsi PBB tahun 2006-2007 sebesar Rp 20 miliar, As’ad Syam (anggota DPR) divonis MA 4 tahun dalam kasus pembangunan PLTD Sungai Bahar senilai Rp 4,5 miliar, Yusran Aspar (anggota DPR) divonis MA 1 tahun 6 bulan kasus pembebasan tanah pembangunan komplek PNS tahun 2003-2008 senilai Rp 6,3 miliar, dan Amrul Daulay (anggota DPR) yang dijadikan tersangka oleh KPK.
“Kasus mereka semua belum ditindaklanjuti oleh DK. Ini akan menimbulkan tanda tanya, apakah benar ada faksi di internal Demokrat,” kata Ikrar.
Sebagaimana diberitakan, Nazaruddin disebut-sebut terkait kasus dugaan suap terhadap Sekretaris Menpora Wafid Muharam. Kamarudin Simanjuntak, mantan pengacara salah satu tersangka, Mindo Rosalina Manulang, menyebut Nazaruddin adalah atasan Rosa di PT Anak Negeri dan terkait kasus itu. Namun, baik Mindo maupun Nazaruddin membantah ada keterkaitan di antara mereka.
Isu adanya faksi Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng makin mencuat setelah anggota DK yang pada kongres lalu mendukung pencalonan Andi, EE Mangindaan dan Jero Wacik, mengeluarkan pernyataan terkait kasus suap di Kemenpora. Mangindaan meminta Nazaruddin mundur demi menghindari gonjang-ganjing di internal partai.
“Kalau terus menerus gonjang-ganjing seperti ini, kurang bagus bagi partai. Kita kasih contoh, kalau kita mundur sendiri kan mulia. Itu maksud saya,” katanya.
Menurut Mangindaan, meskipun DK masih membahas masalah kode etik dalam kasus Nazaruddin, namun berita-berita yang beredar saat ini kurang bagus bagi partai. “Kalau dia mundur kan selesai. Setelah itu silakan dia yang memikirkan sendiri,” tegasnya.
Adapun Jero Wacik menyatakan, sanksi terhadap Nazaruddin bisa tetap dijatuhkan meski proses hukum di KPK belum selesai. “Tidak menunggu. Kalau tindakan kode etik, itu partai yang melihat,” katanya.
Dia menegaskan, partai hanya menyelidiki dugaan pelanggaran kode etik, dan keputusan pemberian sanksi nanti akan diambil oleh seluruh anggota DK sesuai dengan arahan Ketua DK Susilo Bambang Yudhyono.
Sikap Resmi
Sementara itu, Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat yang dalam kongres berada di barisan pendukung Anas, Saan Mustopa, membantah jika Nazaruddin telah diminta mengundurkan diri atau dinonaktifkan. Sebab, hingga saat ini DK masih mengkaji berbagai masukan dari semua data dan dalam tahap finalisasi. “Keputusan belum kami dapatkan. DPP masih menunggu sikap resmi DK seperti apa,” ujarnya.
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat yang merupakan tim sukses Anas saat kongres, Ahmad Mubarok menyatakan, opsi yang diberikan kepada Nazaruddin merupakan prosedur standar di partai yang diberikan kepada kader yang diduga melakukan pelanggaran.
“Opsi mengundurkan diri atau membela diri merupakan tawaran. Kalau yang bersangkutan membela diri namun ternyata terbukti, maka hukumannya dipecat,” ungkapnya.
Secara terpisah, keinginan Badan Kehormatan (BK) DPR untuk memanggil dua kader Partai Demokrat, Angelina Sondakh dan Nazaruddin, yang tersangkut kasus suap pembangunan wisma atlet bakal mentah kembali. BK beralasan harus melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan pimpinan DPR, sebelum melakukan pemanggilan.
Wakil Ketua BK, Nudirman Munir menyatakan, perlunya melakukan konsultasi dengan pimpinan DPR tersebut merupakan keputusan dari rapat pleno BK. “Kita harus sampaikan ke pimpinan di DPR. Bagaimana hasil dengan pimpinan DPR, jadi ukuran tindak lanjut kita,” kilahnya.
Dia menuturkan, hal tersebut diputuskan setelah melalui perdebatan yang alot. “Perdebatan itu yang paling panjang, tidak ada salahnya kita sampaikan kepada pimpinan DPR, karena yang akan dipanggil adalah anggota DPR,” kata Nudirman.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak akan sembarangan dalam menangani kasus suap terkait pembangunan wisma atlet untuk SEA Games di Jakabaring Sport City, Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel).
Menurut Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin, pihaknya bermain cantik dalam menangani kasus tersebut. ‘’Kami main cantik, KPK tidak hanya main panggil-panggil saja. Lebih baik kami cari alat bukti,’’ kata Jasin.
Seperti diketahui, KPK menangkap tangan Sesmenpora Wafid Muharam yang menerima cek senilai Rp 3,2 miliar. Cek yang diduga tanda terima kasih itu diberikan oleh Marketing Manager PT DGI, Mohammad El Idris yang didampingi oleh Rosa selaku Direktur Marketing PT Anak Negeri. Ketiganya ditangkap oleh KPK di kantor Kemenpora pada 21 April 2011 dan telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap.(J22,H28,K32,J13-35)
Sumber: Suara Merdeka, 20 Mei 2011