DPR dan Pemerintah Diminta Perhatikan Perlindungan Saksi
Dewan Perwakilan Rakyat akan terus didorong agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Saksi dapat segera dibahas. Selain itu, pemerintah juga akan terus didesak untuk memerhatikan perlunya perlindungan saksi sehingga menempatkan RUU itu dalam daftar prioritas pembahasan.
Kesimpulan itu mengemuka dalam pertemuan Koalisi Perlindungan Saksi dengan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Abdul Hakim Garuda Nusantara di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (14/3). Koalisi Perlindungan Saksi yang beranggotakan sekitar 22 lembaga swadaya masyarakat diwakili, antara lain oleh Koordinator Legal Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Supriyadi Widodo, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Danang Widoyoko, dan Nanen, anggota Komnas Perempuan.
Desakan kepada DPR dan pemerintah itu dinilai penting karena RUU Perlindungan Saksi belum menempati peringkat atas dalam daftar RUU yang akan dibahas DPR dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Kendati termasuk dalam 55 RUU yang menempati prioritas pembahasan di tahun 2005, pembahasan RUU Perlindungan Saksi oleh Badan Legislatif DPR diyakini baru akan dilakukan akhir tahun 2005 atau malahan tahun 2006.
Apalagi, tambah Danang, sampai saat ini belum ada amanat presiden (surat pengantar presiden) tentang pembahasan RUU Perlindungan Saksi. Kalau tidak ada ampres, mustahil untuk dibahas, tandasnya.
Dalam pertemuan itu Abdul Hakim menyarankan, dilakukannya desakan kepada pemerintah dan DPR. Langkah konkret yang dapat dikerjakan oleh Koalisi Perlindungan Saksi adalah bertemu langsung dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan langsung mendesakkan dikeluarnya ampres.
Komnas HAM sendiri akan menyinggung ini dalam pertemuan dengan Presiden mendatang supaya RUU ini diprioritaskan. Bagaimana pun kami kecewa karena RUU Perlindungan Saksi tidak diagendakan untuk dibahas tahun ini, katanya.
Kesulitan
Dalam pertemuan ini juga dipaparkan kesulitan merealisasikan pembentukan Lembaga Perlindungan Saksi. Sebagaimana disebutkan dalam draf RUU Perlindungan Saksi versi Koalisi Perlindungan Saksi, Lembaga Perlindungan Saksi adalah lembaga yang bertugas dan memiliki wewenang untuk memberikan perlindungan kepada saksi. Selain terlindungi, saksi juga terjaga dari kekerasan dan berhak berganti identitas.
Kesulitan dalam pembentukan Lembaga Perlindungan Saksi adalah menentukan institusi yang bertanggung jawab dalam perlindungan saksi. Di sejumlah negara, lembaga ini berada di departement of justice, antara lain kejaksaan, kepolisian, dan departemen hukum.
Menurut Abdul Hakim, upaya mewujudkan Lembaga Perlindungan Saksi menjadi dilematis karena di Indonesia, institusi yang seharusnya memberikan perlindungan kepada saksi, yakni kepolisian dan kejaksaan, belum sepenuhnya tereformasi.
Selain itu, katanya, dalam kehidupan nyata, perlindungan saksi justru dilakukan oleh lembaga-lembaga keagamaan. Padahal tanpa dukungan polisi dan tentara, tidak akan berhasil, ujar Abdul Hakim.
Menurut Abdul Hakim, perlindungan mestinya tidak hanya diberikan kepada saksi, tetapi juga korban. Bahkan, tambahnya lagi, perlindungan juga diberikan kepada pekerja HAM, yang selama ini banyak mengalami kekerasan dari pelaku pelanggaran HAM perlu mendapat perlindungan. (IDR)
Sumber: Kompas, 16 Maret 2005