DPR Harus Buka Akses

Guna mencegah terjadi praktik-praktik persekongkolan antara Dewan Perwakilan Rakyat dan departemen-departemen dalam pembahasan anggaran, perlu diatur mekanisme agar pembahasan anggaran lebih transparan. Publik harus diberi akses luas membaca dokumen anggaran. Rapat-rapat pun harus bersifat terbuka.

Arif Nur Alam dari Forum Indonesia untuk Transparansi (Fitra) menyampaikan pandangan itu terkait rencana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ingin ikut dalam pembahasan anggaran di DPR.

”Akses dokumen ini sangat penting. Kalau dokumen anggaran dibuka, kontrol anggaran terjadi dengan sendirinya,” paparnya.

Menurut Arif, DPR tetap harus membahas anggaran bersama pemerintah sampai pada tahap satuan tiga. Namun, DPR harus membuat rapat-rapat menjadi terbuka dan memberi akses kepada pers, peneliti, atau lembaga swadaya masyarakat antikorupsi untuk membaca dokumen-dokumen.

Dengan dibukanya rapat-rapat dan akses dokumen, KPK tidak perlu mengikuti rapat-rapat pembahasan anggaran, tetapi cukup memberi rekomendasi sebelum persetujuan anggaran.

Menurut Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar, belakangan ini sudah berkembang wacana untuk membuat semua rapat di DPR menjadi terbuka.

Hanya rapat-rapat tertentu, misalnya yang menyangkut nama baik seseorang, rahasia negara, atau pertahanan negara, yang bersifat tertutup.

Peran BPK

Sementara itu, anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Baharuddin Aritonang, berpandangan, BPK lebih tepat mengikuti rapat-rapat anggaran bersama DPR dan pemerintah, bukan KPK. Kewenangan BPK seperti itu tercantum dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. Demikian juga dengan Pasal 20 UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Dalam Pasal 23E UUD 1945 juga ditegaskan, Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.

”KPK tidak ada dasar hukumnya,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Saifuddin berpendapat, kehadiran KPK perlu untuk menghilangkan potensi kongkalikong dalam menetapkan APBN.

”Permintaan KPK itu tidak perlu dikhawatirkan akan mengganggu DPR dan pemerintah. KPK hanya menjadi peserta rapat pasif,” papar Lukman. (sut)

Sumber: Kompas, 23 Juli 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan